Ringkasan Singkat
Video ini menceritakan asal-usul aksara Jawa Honocoroko yang erat kaitannya dengan legenda Ajisaka. Ajisaka, seorang pemuda sakti dari Hindustan, pergi ke Pulau Jawa dan menjadi raja setelah berhasil mengalahkan Prabu Dewatacengkar. Ia kemudian menciptakan aksara Jawa untuk mengenang kesetiaan kedua abdinya, Dora dan Sembada, yang tewas karena mempertahankan amanah.
- Aksara Jawa Honocoroko berasal dari legenda Ajisaka.
- Ajisaka mengalahkan Prabu Dewatacengkar dan menjadi raja Medang Kamulan.
- Aksara Jawa diciptakan untuk mengenang kesetiaan Dora dan Sembada.
Asal-Usul Aksara Jawa [0:15]
Aksara Jawa, atau Honocoroko, adalah huruf tradisional Indonesia yang berkembang di Pulau Jawa. Dahulu digunakan dalam sastra dan tulisan sehari-hari, namun kini diajarkan sebagai muatan lokal di sekolah-sekolah di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Aksara Jawa memiliki asal-usul yang terkait dengan cerita rakyat Jawa Tengah.
Legenda Ajisaka [1:05]
Ajisaka adalah seorang pemuda sakti dari Hindustan yang memiliki dua abdi setia bernama Dora dan Sembada. Ia berlayar ke Pulau Jawa (Jawadwipa) untuk menyebarkan ilmu pengetahuan di Kerajaan Medang Kamulan. Sebelum ke Medang Kamulan, Ajisaka menitipkan keris pusakanya kepada Sembada di Pegunungan Kendeng, dengan pesan agar tidak menyerahkannya kepada siapapun kecuali dirinya.
Ajisaka di Medang Kamulan [2:41]
Di Medang Kamulan, Ajisaka bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyai Sekar. Ia tinggal di rumah Nyai Sekar dan membantu pekerjaan rumah serta berinteraksi dengan penduduk desa. Penduduk desa hidup dalam ketakutan karena Raja Dewatacengkar memiliki kegemaran memakan daging manusia. Ajisaka bertekad untuk mengabdi kepada raja dan menumpas angkara murkanya.
Menghadap Prabu Dewatacengkar [5:16]
Ajisaka menghadap Patih Jugul Muda dan menyampaikan niatnya untuk mengabdi kepada Prabu Dewatacengkar. Ia kemudian menghadap sang prabu dan bersedia disantap, namun dengan syarat meminta sebidang tanah seluas serbannya. Saat mengukur tanah, serban Ajisaka terus memanjang hingga melebihi luas kerajaan. Prabu Dewatacengkar marah dan terus melangkah mundur hingga jatuh ke laut selatan dan hilang ditelan ombak.
Ajisaka Menjadi Raja [7:29]
Setelah berhasil menyingkirkan Prabu Dewatacengkar, Ajisaka dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Rakyat Medang bahagia memiliki pemimpin yang adil dan bijaksana. Suatu hari, Ajisaka teringat keris pusakanya dan meminta Dora untuk mengambilnya dari Sembada di Pegunungan Kendeng.
Kesetiaan Dora dan Sembada [8:10]
Dora menyampaikan pesan Ajisaka kepada Sembada, namun Sembada menolak menyerahkan keris tersebut kecuali kepada Ajisaka sendiri. Hal ini menyebabkan perkelahian antara Dora dan Sembada hingga keduanya tewas karena mempertahankan amanah. Ajisaka menyesal dan menciptakan aksara Jawa Honocoroko untuk mengenang pengabdian mereka.
Aksara Jawa Honocoroko [9:46]
Ajisaka menciptakan huruf Jawa yang berbunyi "Honocoroko, dotosowolo, podojoyonyo, mogobothongo". Konon, aksara itu memiliki arti "ada dua utusan, mereka berbeda pendapat, mereka sama sakitnya, dan inilah mayat mereka". Hingga kini, aksara Jawa masih dipelajari dan disematkan di depan gedung-gedung, khususnya di Jawa Tengah dan Yogyakarta.