Ringkasan Singkat
Video ini membahas sejarah Astra dari awal berdirinya hingga krisis yang menyebabkan kepemilikannya beralih ke pihak asing. Beberapa poin penting yang dibahas meliputi:
- Pendirian Astra dengan modal awal yang signifikan dan fokus pada distribusi.
- Ekspansi bisnis Astra ke berbagai sektor seperti otomotif, alat berat, keuangan, agribisnis, dan IT.
- Krisis Bank Suma yang menyebabkan William Suryajaya kehilangan kendali atas Astra.
- Krisis moneter 1997 yang membuat Astra terlilit utang dan akhirnya sahamnya diakuisisi oleh Jardin Cycle and Carriage.
Kelahiran Astra (1957-1970-an) [1:22]
Astra didirikan pada 20 Februari 1957 oleh William Suryajaya (Cakian Liong) dan saudaranya, Ciaaki Kiantie, bersama rekan-rekan mereka dengan nama PT Astra Internasional INC. Modal awal Astra sekitar Rp2,5 juta (setara dengan Rp9,57 miliar saat ini setelah disesuaikan dengan inflasi). Bisnis awal Astra fokus pada perdagangan umum, mendistribusikan kopra, minuman ringan, kornet, dan produk konsumsi rumah tangga lainnya secara B2B di wilayah Jakarta dan sekitarnya. William Suryajaya menekankan integritas, kerja keras, dan profesionalisme dalam membangun usaha. Astra tidak hanya ingin berjualan cepat, tetapi juga membangun industri yang bermanfaat bagi bangsa dengan mengutamakan hubungan jangka panjang dengan mitra dan menjaga kualitas serta nama baik perusahaan. Pada akhir 1950-an hingga awal 1960-an, Astra mulai dipercaya sebagai distributor produk dari perusahaan luar negeri, termasuk alat pertanian dari Inggris dan produk konsumsi dari Jepang dan Eropa. Pada tahun 1969, Astra mendapatkan hak distribusi Toyota di Indonesia, yang menjadi titik balik penting bagi perusahaan.
Ekspansi Bisnis Astra (1970-1990-an) [5:23]
Setelah mendapatkan hak distribusi Toyota, Astra mendirikan PT Toyota Astra Motor untuk mendistribusikan dan merakit mobil Toyota, terutama Toyota Kijang. Pada tahun 1973, Toyota Kijang mulai dirakit di dalam negeri, menandai awal dari industri otomotif lokal di Indonesia. Astra juga mengembangkan PT Federal Motor (cikal bakal Astra Honda Motor) dan mulai merakit motor Honda pada tahun 1971. Selain Toyota dan Honda, Astra juga menjadi distributor dan perakit mobil Daihatsu dan Isuzu, serta sepeda motor Suzuki. Pada tahun 1980-an, Astra melebarkan sayap ke sektor industri strategis seperti perdagangan alat berat dan pertambangan dengan menjadi distributor eksklusif alat berat Komatsu dari Jepang melalui United Tractors (UNTR). United Tractors kemudian masuk ke ranah kontraktor tambang melalui PT Pama Persada Nusantara dan melakukan IPO pada tahun 1989. Astra juga mendirikan Astra Credit Companies (ACC) untuk pembiayaan konsumen, yang kemudian berkembang menjadi perbankan, asuransi, dan dana pensiun. Astra juga membangun manufaktur untuk produk AKIGS Astra, suku cadang Federal Parts, dan Astra Autoparts. Selain itu, Astra juga masuk ke bisnis perkebunan kelapa sawit melalui Astra Agro Lestari dan bisnis IT untuk memperkuat jaringan logistik dan distribusi. Pada tahun 1990, Astra melakukan IPO yang menarik perhatian besar dan menjadi salah satu grup usaha terbesar di Indonesia bersama dengan Salim Grup, Lipo Grup, Jarum Grup, dan Sinarmas Grup.
Krisis Bank Suma [10:04]
Di luar Astra, keluarga Suryajaya memiliki Bank Suma yang didirikan oleh Edward Suryajaya, anak dari William Suryajaya. Bank Suma mengalami pertumbuhan yang sangat cepat, tetapi dikelola dengan kurang hati-hati, banyak proyek yang bermasalah, terutama di sektor konstruksi dan properti. Pada 14 Desember 1992, Bank Indonesia mencabut izin usaha Bank Suma dan melakukan likuidasi. William Suryajaya mengambil alih Bank Suma pada Juni 1992 dan menjual 100 juta saham Astra kepada konsorsium pengusaha untuk membayar utang Bank Suma. Akibatnya, William Suryajaya kehilangan kendali atas Astra.
Krisis Moneter dan Perubahan Kepemilikan [13:41]
Meskipun operasi bisnis Astra terus berjalan dan melakukan ekspansi, perusahaan juga memiliki surat utang dalam bentuk US Dollar. Krisis moneter 1997 menyebabkan nilai tukar rupiah anjlok, membuat utang luar negeri Astra membengkak. Penjualan mobil dan alat berat merosot drastis, dan Astra mengalami kerugian besar. Astra memasuki program restrukturisasi utang dengan kreditur internasional, dan sebagian besar saham Astra ditempatkan di bawah pengelolaan BPPN. Pemerintah melalui BPPN menjual saham tersebut melalui tender terbuka. Pada 25 Maret 2000, Jardin Cycle and Carriage memenangkan tender dengan membayar 506 juta US Dollar untuk mengakuisisi 40-41% saham Astra dari BPPN. Pada tahun 2005, kepemilikan Jardin mencapai 50,11%, menjadikan Astra sebagai anak perusahaan dan dikontrol penuh oleh Jardin, lepas dari tangan konglomerat Indonesia. Hingga kini, 50,11% kepemilikan Astra berada di tangan Jardin Cycle and Carriage.