🔴LIVE - JALSAH ULA BAHTSUL MASAIL KUBRO 2025 KOMISI B | PONDOK PESANTREN HM LIRBOYO

🔴LIVE - JALSAH ULA BAHTSUL MASAIL KUBRO 2025 KOMISI B | PONDOK PESANTREN HM LIRBOYO

Ringkasan Singkat

Video ini membahas tentang hak cipta atas karya yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan (AI). Beberapa poin penting yang dibahas meliputi:

  • Definisi dan manfaat AI.
  • Perdebatan mengenai hak cipta karya AI karena tidak ada pencipta manusia secara langsung.
  • Kejelasan hukum terkait hak cipta karya AI di Indonesia yang masih dalam tahap perumusan.
  • Persentase kontribusi manusia dan AI dalam sebuah karya.
  • Apakah karya yang diinput melalui prom AI bisa diklaim sebagai karya milik seseorang.

Pengertian dan Manfaat AI [0:22]

Artificial intelligence (AI) adalah bidang ilmu komputer yang berfokus pada penciptaan sistem atau mesin yang dapat meniru tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan manusia, seperti pengambilan keputusan, pemrosesan bahasa alami, dan pengenalan gambar. AI mensimulasikan kecerdasan manusia untuk menghasilkan karya tulis, gambar, dan video melalui prom yang diinput oleh pengguna. Penggunaan AI menawarkan banyak manfaat dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, mengoptimalkan proses, dan memungkinkan solusi inovatif di berbagai bidang seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Perkembangan AI yang pesat menjanjikan banyak potensi, namun juga menimbulkan tantangan terkait etika, keamanan, dampak sosial, dan hak cipta.

Perdebatan Hak Cipta atas Karya AI [1:50]

Perdebatan mengenai hak cipta muncul karena karya yang dihasilkan oleh AI seringkali tidak memiliki pencipta manusia secara langsung. Sebagian pihak berpendapat bahwa karya AI tidak layak diberi hak cipta karena kurangnya kreativitas manusia, sementara yang lain berargumen bahwa pencipta model atau pengguna AI berhak atas perlindungan hukum. Ketidakjelasan hukum ini menimbulkan tantangan baru dalam dunia kekayaan intelektual, terutama karena belum adanya aturan hukum yang jelas mengenai hak cipta terkait karya yang dibantu oleh teknologi di Indonesia. Kekosongan hukum ini memungkinkan klaim kepemilikan atas karya AI sebagai hasil kolaborasi manusia dan mesin, meskipun berbagai negara termasuk Indonesia masih merumuskan aturan terkait karya yang melibatkan AI.

Sesi Tanya Jawab: Persentase Kontribusi dan Kepemilikan [4:10]

Sesi tanya jawab membahas mengenai persentase kontribusi manusia dan AI dalam sebuah karya, serta bagaimana menentukan kepemilikan hak cipta. Pertanyaan-pertanyaan meliputi: Berapa persentase akal manusia dan AI dalam sebuah karya? Apakah objek yang dihukumi hanya manusia kayu atau ada yang lain? Bagaimana praktik input prom AI? Apakah penggunaan AI berbayar atau gratis? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini akan membebaskan tasawur pada musyawirin, karena di berbagai aplikasi ada yang langsung jadi dan ada yang harus melalui proses coding. Bentuk karya bisa berupa foto atau video, dan AI ada yang berbayar dan ada yang gratis. Proses prom bisa dilakukan dengan menulis sendiri atau copy paste, dan data yang ada menampilkan kemiripan yaitu proses dari pembelajaran algoritma yang sudah diprogram AI.

Diskusi Hukum: Klaim Karya AI sebagai Milik [12:29]

Diskusi berlanjut dengan pertanyaan apakah karya atau wujud yang diinput seseorang melalui prom AI bisa diklaim sebagai karya atau miliknya. Terdapat tiga jawaban utama:

  1. Sidogiri: Mutlak tidak bisa diakui sebagai hasil karya dan tidak bisa dimiliki hak intelektualnya.
  2. Alfalah Ploso: Bisa diakui sebagai karya karena termasuk mal maknawi dan ada badlul juhdi (usaha).
  3. Alkzini Buduran: Diperinci, jika ada usaha maka bisa diakui, jika tidak ada maka tidak bisa.

Alfalah Ploso berpendapat bahwa karya AI bisa diakui karena ada badlul juhdi dalam menulis prom, dan pekerjaan ini bisa menghasilkan uang (yuqobalu bilmal). Alkhazini menambahkan bahwa dalam konsep salaf, AI dianggap sebagai alat, sehingga karya tersebut milik orang yang memerintah.

Analisis Mendalam: Mal Maknawi, Badrul Juhdi, dan Hukum Hak Cipta [33:51]

Tamatan dari Sarang mengkritisi pendapat Alfalah Ploso dengan menyatakan bahwa AI adalah benda tidak berakal yang cara kerjanya mengambil milik orang lain dari internet. Oleh karena itu, hasil AI sama saja dengan nukil kitab, sehingga tidak memenuhi syarat mal maknawi dan badrul juhdi. Sarang juga menambahkan referensi dari Fatawi Fiqiah Alkubra bahwa jika AI hanya sedikit membantu, maka boleh diakui sebagai karya sendiri, tetapi jika banyak, maka haram karena kidzib (berbohong). Sarang menekankan bahwa fokus pembahasan adalah pada karya tulis, bukan gambar atau video.

Perdebatan Lanjutan: Haakut Taklif dan Konsep Salaf [42:50]

Sarang menyoroti bahwa Alfalah Ploso menggunakan haakut taklif sebagai dasar, yang mana harus ada sisi humanis. Karena AI bukan dari manusia, maka tidak bisa diklaim sebagai hak cipta. Sarang juga menggunakan konsep kalbun mualam (anjing yang diajari berburu) untuk menggambarkan bahwa AI memiliki potensi ikhtiar (pilihan), sehingga tidak bisa diklaim sebagai karya manusia.

Kesimpulan Sementara: Foto dan Video AI [1:27:06]

Setelah berdiskusi panjang, disepakati bahwa foto dan video yang dihasilkan dari AI bisa diakui sebagai hak cipta jika usaha manusia lebih banyak daripada AI. Namun, Alfalah Ploso berpendapat bahwa meskipun 95% hasil dari AI, tetap bisa diakui jika ada satu kalimat dari manusia yang maat taamul. Sarang mengkritisi pendapat ini dengan menyatakan bahwa kalb itu punya kemampuan untuk habes (menahan diri), sementara AI tidak.

Analisis Furu' dan Penerapan Hukum Salaf [1:40:57]

Para perumus memberikan arahan bahwa pembahasan harus lebih mendalam dan melihat cara kerja AI. Mereka menekankan bahwa AI hanyalah alat yang memudahkan kinerja manusia. Mereka juga menyoroti pentingnya mencari furu' (cabang) yang tepat dari kitab salaf untuk menyelesaikan masalah ini.

Penerapan Furu' dalam Kasus AI [1:50:12]

Falahiyah berpendapat bahwa furu' yang tepat adalah kasus saet (berburu), di mana AI adalah saham (panah) dan pengguna adalah Romi (pemanah). Musayyat (hasil buruan) menjadi milik Romi karena AI tidak memiliki ikhtiar.

Diskusi Akhir dan Kesimpulan [2:07:55]

Para perumus menyimpulkan bahwa perlu dipilah antara karya AI yang sekadar untuk dijual dan yang diklaim sebagai hak cipta. Untuk hak cipta, harus ada unsur ibda (menciptakan) dan ikhtisas (kekhususan). Mereka juga menyoroti pentingnya membedakan antara milk (kepemilikan) dan haqq (hak).

Diskusi Tambahan dan Pengumuman [2:49:31]

Diskusi tambahan mengenai sub B akan dilanjutkan besok pagi. Panitia mengumumkan bahwa jalasah kedua akan dilaksanakan besok pagi jam 08.00 WIB.

Analisis Kuota Internet: Konsep dan Hukum [2:49:51]

Diskusi beralih ke subjek baru mengenai kuota internet. Pertanyaan pertama adalah mengenai keabsahan transaksi pembelian kuota internet.

Definisi dan Status Kuota Internet [2:53:44]

Kuota internet didefinisikan sebagai kunci untuk membuka akses internet yang disediakan oleh Kominfo, sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 5 tahun 2021. Kuota prabayar memiliki batas waktu penggunaan dan akan hangus setelah masa aktif berakhir, kembali kepada provider.

Perbedaan Pendapat: Hukum Transaksi Kuota Internet [2:59:27]

Terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum transaksi kuota internet:

  1. Ngunut: Ditafsil, jika beli lewat counter (voucher) maka be sahih, jika lewat aplikasi maka ijarah shahihah.
  2. Tiga Aliah: Be fasid atau ijarah shahihah.
  3. Hy: Ijarah fasid karena muqaddarun bil zaman wabil amal.

Ngunut berpendapat bahwa jika beli lewat counter, maka yang dijual adalah vouchernya, bukan internetnya. Jika lewat aplikasi, maka konsepnya ijarah, yaitu menyewa akses internet dari provider.

Kritik dan Sangkalan: Analisis Akad dan Manfaat [3:11:48]

Alaqsa menyangkal pendapat Ngunut dengan menyatakan bahwa dalam ijarah, tidak bisa tamlik (memberikan kepemilikan). Tiga Aliah menambahkan bahwa ijarah tidak sah karena ada persyaratan waktu (30 hari), yang mana manfaatnya tidak ke mukhtari (penyewa) lagi, tetapi ke mukjir (yang menyewakan).

Analisis Lebih Lanjut: Konsep Ijarah dan Bai' [3:27:16]

Sidogiri menambahkan bahwa jika transaksi antara counter dan provider adalah ijarah, maka counter hanya memiliki hak manfaat, bukan hak untuk menjual manfaat tersebut kepada orang lain. Mereka juga mengkritik konsep mal maknawi dalam voucher, karena yang berharga adalah isi di dalam kertas, bukan kertasnya itu sendiri.

Kesimpulan dan Arahan [3:39:49]

Para perumus menyimpulkan bahwa perlu mengerucutkan terlebih dahulu jenis akad yang digunakan dalam transaksi kuota internet. Mereka menyoroti bahwa konsumen hanya diberi hak untuk memanfaatkan fasilitas, bukan memiliki kuota tersebut. Mereka juga menyinggung kemiripan dengan transaksi pulsa, di mana ada durasi atau masa tenggang.

Analisis Akhir dan Rumusan [3:49:21]

Para perumus menyimpulkan bahwa transaksi kuota internet dapat dikategorikan sebagai ijarah fidimah yang tuqadaru biamalin wa muddatin. Mereka juga mengakui adanya perkhilafan (perbedaan pendapat) mengenai keabsahan transaksi ini, tetapi tetap menghukumi sah karena manfaatnya sudah tersalurkan.

Penutup dan Pengumuman [4:06:18]

Sesi musyawarah ditutup dengan pembacaan Alfatihah. Panitia mengumumkan bahwa jalasah kedua akan dilaksanakan besok pagi jam 07.30 WIB (waktu pondok).

Watch the Video

Date: 12/22/2025 Source: www.youtube.com
Share

Stay Informed with Quality Articles

Discover curated summaries and insights from across the web. Save time while staying informed.

© 2024 BriefRead