Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang analisis kerusuhan yang terjadi pada 25-31 Agustus, menyoroti pola baru orkestrasi kerusuhan yang menargetkan elit, serta potensi keterlibatan pihak-pihak yang memahami AI. Andi Wijayanto juga memberikan pandangannya mengenai langkah-langkah pemerintah dalam memulihkan kepercayaan publik, pentingnya membentuk tim pencari fakta, dan potensi eskalasi ketatanegaraan jika darurat sipil atau militer diberlakukan.
- Kerusuhan Agustus menunjukkan pola baru yang menargetkan elit dan memanfaatkan AI.
- Pemerintah perlu memulihkan kepercayaan publik dan antar instansi.
- Pembentukan tim pencari fakta penting untuk mengungkap kebenaran.
- Darurat sipil atau militer dapat memicu eskalasi ketatanegaraan.
Menseskab Jokowi Saat MU Masih Sering Juara [2:15]
Andi Wijayanto dan Tata Gurito membuka diskusi dengan membahas situasi terkini terkait aksi demonstrasi atau kerusuhan yang terjadi sekitar tanggal 25 hingga 30 Agustus. Andi menyebutkan bahwa saat itu, Manchester United (MU) masih sering menjadi juara, menandakan periode waktu yang cukup lama. Mereka kemudian beralih membahas isu utama terkait keterlibatan aparat dalam penjarahan dan pembakaran selama aksi tersebut.
Sistem Keamanan Aparat di Rumah Pejabat Dipertanyakan [2:37]
Andi Wijayanto menjelaskan bahwa tim analis Lab 45 sedang mengumpulkan data terkait demo yang terjadi di 173 kota di Indonesia, di mana 22% di antaranya berujung pada amok. Amok ini tidak hanya merusak fasilitas umum, tetapi juga menyasar kediaman pribadi pejabat seperti anggota DPR Syahroni dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Andi juga menyoroti peran aparat, mulai dari ketidakhadiran hingga kegagalan pengamanan, yang menyebabkan terbakarnya gedung DPRD Makassar dan penyerangan markas Brimob. Aksi amok dan penjarahan di rumah pejabat utama negara menjadi perhatian khusus yang perlu dipelajari lebih lanjut.
Pola Baru Orkestrasi Kerusuhan di Indonesia [8:17]
Andi Wijayanto menjelaskan perbedaan antara eskalasi dari demo ke anarkis dan dari anarkis ke amok. Eskalasi dari demo ke anarkis sering kali disebabkan oleh ketegangan prosedural, seperti mahasiswa atau buruh yang belum merasa aspirasinya ditampung namun harus bubar karena aturan jam 5 sore. Sementara itu, eskalasi dari anarkis ke amok perlu dianalisis lebih lanjut, apakah bersifat insidentil, terdesain, atau terprovokasi. Provokasi yang awalnya acak, seperti kasus mobil perintis yang menabrak almarhum Afan, dapat berubah menjadi gerakan sistematis dengan pembakaran fasilitas umum di berbagai kota.
Ide Pembakaran Dimunculkan Lebih Dulu di Medsos [11:56]
Andi Wijayanto menyoroti fenomena baru di mana ide atau simulasi kerusuhan, seperti pembakaran gedung DPRD, muncul terlebih dahulu di media sosial melalui apa yang disebut sebagai "glitch." Glitch ini muncul tiba-tiba, seperti air mendidih, namun kemudian menghilang setelah kejadian sebenarnya terjadi. Andi menduga bahwa ada pihak yang mencoba melempar ide melalui glitch di media sosial, dan setelah ide tersebut menjadi kenyataan, glitch tersebut menghilang. Fenomena ini menjadi perhatian serius bagi aparat yang bergerak di bidang digital dan siber, seperti Kominfo, BSSN, Polri, TNI, dan intelijen, untuk dipelajari dan diantisipasi agar tidak terulang kembali.
Siapa Pihak Dibalik Kerusuhan Agustus? [15:17]
Andi Wijayanto menyatakan bahwa temuan-temuan analisis menunjukkan adanya pihak-pihak yang cukup kuat mengorkestrasi gerakan-gerakan kerusuhan ini. Pihak-pihak ini sangat memahami dan mampu mengoptimalkan AI untuk menyebarkan glitch-glitch di media sosial seperti TikTok dan WA grup, serta mengarahkan kerumunan di lokasi-lokasi yang disasar. Andi menekankan pentingnya back tracing dan kerja sama antar instansi yang memiliki kapasitas teknologi untuk menyiapkan teknik mitigasi ke depan. Selain itu, pihak-pihak ini juga memiliki pemahaman tentang bagaimana menggerakkan massa dan ilmu intelijen.
‘Angsa Hitam’ Lepas dan Bobolnya Intelijen Prabowo [23:18]
Andi Wijayanto memberikan warning kepada pemerintah bahwa ada pola baru dalam eskalasi demonstrasi menjadi anarkis dan amok yang berbeda dari sebelumnya. Pola ini sangat signifikan untuk stabilitas politik dan keamanan. Andi mengibaratkan situasi ini dengan "angsa hitam" yang lepas, yang berarti skenario terburuk telah terjadi dan menunjukkan kegagalan intelijen. Andi menekankan pentingnya menebus kegagalan tersebut dengan memastikan skenario ini tidak berulang. Namun, Andi juga menyatakan bahwa pemerintah saat ini bahkan tidak tahu di mana angsa hitam itu kembali ke sarangnya, sehingga sangat mungkin angsa hitam ini terbang lagi.
Strategi Pemerintah Pulihkan Kepercayaan Publik [27:02]
Andi Wijayanto menekankan bahwa masalah utama saat ini adalah masalah kepercayaan (trust), bukan hanya dari publik ke pemerintah, tetapi juga di dalam instansi pemerintahan itu sendiri. Memulihkan kepercayaan ini membutuhkan waktu dan proses yang mendalam. Andi menyarankan agar pemerintah fokus pada langkah-langkah jangka pendek untuk memulihkan keadaan, seperti memulihkan trust antar instansi dan memilah tuntutan-tuntutan yang relevan untuk memulihkan kepercayaan dalam masa short term. Andi juga menyoroti bahwa reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Prabowo adalah salah satu bagian dari upaya memulihkan trust di level strategis, namun perlu juga dilakukan pemulihan trust di level taktikal.
Jangan Bilang Indonesia Baik-baik Saja [33:15]
Andi Wijayanto menekankan pentingnya narasi komunikasi yang tepat dari pemerintah. Ketimbang mengatakan bahwa Indonesia baik-baik saja, lebih baik pemerintah mengakui bahwa kondisi sedang tidak baik dan mengajak masyarakat untuk bekerja sama memulihkannya. Andi juga menyoroti perubahan protap di Kantor Staf Presiden (KSP), di mana deputi komunikasi dipecah menjadi Kantor Komunikasi Presiden yang lebih powerful. Kantor Komunikasi Presiden inilah yang kemudian harus membuat narasi yang lebih baik, yaitu narasi yang mengajak kerja bareng-bareng menyelesaikan masalah negara.
Alasan Prabowo Pilih Sjafrie Ketimbang Bege [40:01]
Andi Wijayanto menjelaskan alasan Presiden Prabowo memilih Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) alih-alih memilih tokoh lain seperti Menkopolhukam. Andi menyebutkan dua alasan utama: pertama, alasan idiosinkratik personal, di mana Prabowo memiliki pemahaman yang mendalam tentang operasional, skill, dan tempo seorang Sjafrie karena mereka sudah lama bekerja sama. Kedua, Prabowo dengan latar belakang jenderal bintang 4 lebih memahami operasional tempo dari Angkatan Darat. Oleh karena itu, dalam critical time, Prabowo membutuhkan orang yang sudah betul-betul dipercaya dan dipahami, dan itu ada pada diri Sjafrie.
Benarkah Kerusuhan Mengarah ke Makar? [42:58]
Andi Wijayanto menjelaskan bahwa untuk terorisme, tujuannya adalah menebar ketakutan, yang sudah terjadi ketika anarkis berubah menjadi amok. Sementara itu, makar memiliki tiga pengertian: ingin mendirikan negara lain di dalam Indonesia, ingin menggulingkan pemerintahan yang sah, atau ingin mengganggu kelancaran jalannya pemerintahan dengan menggoyang stabilitas politik dan keamanan negara. Andi berpendapat bahwa yang ketiga, yaitu mengganggu jalannya pemerintahan, telah terjadi. Hal ini dibuktikan dengan pembatalan rencana kunjungan Prabowo ke Cina, yang menandakan terjadinya gangguan ke fungsi pemerintahan yang normal.
Alasan Pemerintahan Prabowo ‘Diganggu’ [45:07]
Andi Wijayanto menyampaikan beberapa hipotesis terkait motif pihak-pihak yang mengganggu jalannya pemerintahan Prabowo. Hipotesis paling strategis adalah adanya negara atau kumpulan negara lain yang tidak suka dengan arah kebijakan luar negeri strategis Prabowo. Contohnya, Amerika Serikat yang tidak suka Indonesia tetap menggunakan Curies. Hipotesis lainnya adalah adanya friksi di elit tingkat nasional, di dalam pemerintahan sendiri, atau di institusi tertentu. Andi menyarankan untuk menelusuri dan mematahkan hipotesa-hipotesa ini satu per satu.
PDI-P Bukan Oposisi, Megawati Temani Prabowo di Massa Krisis [46:16]
Andi Wijayanto menepis anggapan bahwa kerusuhan diorkestrasi oleh kelompok oposisi. Ia mencontohkan kehadiran Megawati Soekarnoputri di samping Prabowo saat krisis sebagai simbol bahwa PDI Perjuangan tidak beroposisi. Andi menekankan pentingnya membaca simbol-simbol politik untuk mengukur apakah hipotesa friksi berlaku atau tidak. Kehadiran Megawati di samping Prabowo menunjukkan bahwa hipotesa friksi antara Prabowo dan Megawati tidak berlaku.
Bentuk Tim Pencari Fakta [49:48]
Andi Wijayanto sepakat dengan dorongan untuk membentuk tim pencari fakta sebagai bagian dari pemulihan trust secara cepat. Tim pencari fakta ini dapat dibentuk dari gabungan instansi pemerintah, diserahkan ke Komnas HAM jika ada indikasi pelanggaran HAM, atau merupakan kumpulan dari tokoh-tokoh independen. Andi menekankan bahwa tim pencari fakta adalah cara terbaik yang sudah berkali-kali dipakai untuk segera memulihkan trust.
Darurat Sipil atau Militer Bakal Picu Ekskalasi Ketatanegaraan Lebih Tinggi [54:29]
Andi Wijayanto menjelaskan bahwa istilah darurat sipil, darurat militer, dan kondisi perang berlandaskan pada kerangka regulasi yang obsolid dan tidak bisa dipakai. Penggunaan Perpu 2359 atau Undang-Undang Penanganan Keadaan Bahaya tahun 1999 akan menimbulkan masalah ketatanegaraan. Andi berpendapat bahwa usulan darurat sipil atau militer akan memunculkan eskalasi politik ketatanegaraan yang lebih tinggi. Ia menyarankan agar pemerintah membuat undang-undang darurat yang baru dalam kondisi yang tidak eskalatif untuk meminimalkan komplikasi politik ketatanegaraan.