Ringkasan Singkat
Video ini membahas konsep Satrio Piningit dan Ratu Adil dalam tradisi Jawa, yang merupakan figur pemimpin ideal yang diharapkan membawa keadilan dan kemakmuran. Video ini menguraikan ciri-ciri Satrio Piningit dan Ratu Adil berdasarkan berbagai naskah kuno seperti Wangsit Siliwangi, Serat Musarar Joyoboyo, dan Serat Sabdo Palon.
- Satrio Piningit adalah calon pemimpin yang masih dirahasiakan oleh zaman.
- Ratu Adil adalah pemimpin yang adil dan memiliki wahyu keprabon.
- Terdapat beberapa tahapan atau simbol yang menandai kehadiran Satrio Piningit, yaitu Senopati, Bojonegoro, dan Notonegoro.
Pendahuluan [0:00]
Orang Jawa sering menggunakan ramalan dan karya sastra seperti serat dan babad untuk menjelaskan peristiwa luar biasa. Karya-karya ini ditulis oleh pujangga yang memiliki tempat khusus di kerajaan, karena kemampuan menulis indah dan kepekaan batin yang tajam. Raden Ronggowarsito adalah salah satu tokoh fenomenal yang dianggap mampu menembus berbagai periode melalui karya-karyanya.
Konsep Satrio Piningit dan Ratu Adil [2:23]
Satrio Piningit berarti kesatria yang disembunyikan oleh alam, seorang calon pemimpin negara yang masih dirahasiakan. Ratu Adil harus memiliki sikap adil dan wahyu keprabon, sehingga senantiasa bersikap adil kepada seluruh rakyat tanpa memihak. Kesempurnaan dari kedua konsep ini adalah Satrio Piningit sinisihan wahyu Ratu Adil, pemimpin yang mampu menegakkan keadilan untuk semua. Sosok ini ideal dengan watak ugahari, jujur, tegas, membela kebenaran, ramah, rendah hati, dan cinta damai, sehingga muncul istilah Manusia Setengah Dewa.
Satrio Piningit Sebelum Ratu Adil [4:00]
Sebelum Ratu Adil muncul, ada beberapa Satrio Piningit yang akan memimpin negeri, yaitu Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jemput Suro Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Piningit Hamong Tuwuh, Satrio Puyung Pambukaning Gapuro, dan Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (Satrio Piningit Sang Ratu Adil).
Ciri-ciri Satrio Piningit Menurut Naskah Kuno [4:43]
Menurut Wangsit Siliwangi, Satrio Piningit adalah seorang penggembala yang menggembalakan ranting dan daun kering, artinya dia menggali ajaran leluhur yang dianggap kolot. Dia berani menelusuri terus-menerus tanpa mengindahkan larangan, mencari sambil melawan sambil tertawa, artinya dia mencari jalan keluar untuk memperbaiki kehidupan bangsa. Dia akan menghadapi berbagai persoalan dan berusaha menyelesaikannya satu persatu, memiliki rumahan di belakang sungai dengan pintu setinggi batu yang masih tertutupi pepohonan, artinya masih dirahasiakan oleh alam, memiliki kawan pemuda berjanggut, dan akan muncul sesudah tinggal di suatu lembah berbentuk cawan.
Menurut Serat Musarar Joyoboyo, Satrio Piningit adalah putra Batara Indra yang berhati mulia dan memancarkan air kehidupan, memberikan minuman bagi yang dahaga dan kesejukan bagi yang kegerahan. Dia adalah dewa berbadan manusia dan berparas Batara Kresna (berkulit hitam atau sawo matang), titisan Batara Wisnu, anteng-anteng jagat, proaktif dalam tahun Banyu Hayuning Bawono, dan menjadi pusat perhatian dunia. Dia memiliki jiwa Bolodewo (jujur dan tegas), memberi hukuman kepada yang bersalah tanpa pandang bulu, dan memberikan anugerah kepada yang berjasa. Dalam pemerintahan, dia tidak memancing debat dan tidak pilih kasih, memiliki Trisula (berpedoman pada pengetahuan serta tiga landasan utama: berpikir logis, bertutur kata sopan, dan berbuat selaras dengan perkataan, atau iman, islam dan amal). Jika berperang, dia tidak mengerahkan pasukan dan memiliki kesaktian tanpa ajian, mengutamakan cinta kasih dan dialog. Dia adalah Senopati pembela kebenaran dan penumpas kejahatan, berpakaian tidak sewajarnya, namun dapat mengatasi keruwetan banyak orang, memiliki ludah api (ucapannya selalu terbukti), tidak khawatir telanjangan, tidak takut tidak tercatat dalam sejarah, dan tidak takut jabatannya digantikan. Dia bukan pandita namun disebut pandita, bukan dewa namun disebut dewa, manusia biasa namun kewibawaannya seperti dewa, sehingga banyak orang besar menghormatinya. Dia mempersembahkan tenaga dan pikirannya untuk rakyat, sejalan dengan pemikiran Sri Sultan Hamengkubuwono IX (tah aku tuh rakyat). Sosok ini diasuh oleh Sapto.
Menurut Serat Sabdo Palon, dia adalah orang Jawa tulen yang memiliki enam matua, pengetahuan luas, mengamalkan ajaran luhur, dan menjadi guru bagi orang Jawa yang kehilangan kejawaannya.
Tanda-tanda Kehadiran Satrio Piningit [12:11]
Kehadiran Satrio Piningit ditandai dengan tiga tahapan: simbol Senopati (bencana yang memotivasi tindakan meredam), simbol Bojonegoro (mampu meredam bencana dan membawa kehidupan baru yang aman), dan simbol Notonegoro (melaksanakan tatanan baru dan menjalin hubungan dengan leluhur).
Satrio Piningit Sebagai Pemimpin [13:32]
Sebagai pemimpin, Satrio Piningit akan memperbaiki peradaban yang kacau dan membentuk tatanan baru yang menguntungkan rakyat. Dia menggunakan empat unsur alam sebagai senjatanya: air untuk menenggelamkan musuh, api untuk membasmi keangkaramurkaan, tanah untuk mengutuk dan mengubur musuh, dan angin sebagai pelindung.
Kesimpulan [14:27]
Terlepas dari apakah Satrio Piningit sudah muncul atau belum, yang terpenting adalah membangun diri sendiri. Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum mereka mengubah dirinya sendiri. Bangsa akan maju jika setiap individu sadar dan berkeinginan untuk maju dengan tetap berpijak pada kearifan lokal.