Ringkasan Singkat
Video ini membahas tentang ekstremisme dalam Islam, sejarah peradaban Islam, dan peran politik NU di Indonesia. Kiai Said Agil Siradj menjelaskan akar ekstremisme, kontribusi bangsa non-Arab dalam peradaban Islam, dan pentingnya memahami Islam sebagai agama peradaban yang inklusif. Diskusi juga menyinggung tentang manipulasi agama, peran NU dalam politik, dan tantangan yang dihadapi umat Islam saat ini.
- Ekstremisme lahir dari pemahaman agama yang sempit dan putus asa terhadap realitas politik.
- Peradaban Islam banyak dibangun oleh bangsa non-Arab (Ajam).
- Islam Nusantara menekankan pada peradaban, budaya, keramahan, dan toleransi.
- NU harus tetap kritis terhadap kekuasaan dan memperjuangkan kemaslahatan umat.
Pembukaan [0:00]
Akbar Faizal membuka acara dengan ucapan selamat Idul Fitri dan memperkenalkan K.H. Said Agil Siradj sebagai narasumber untuk membahas berbagai sudut pandang, terutama tentang religiositas. Ia menyinggung ancaman ekstremisme bagi umat Muslim dan meminta Kiai Said untuk menjelaskan asal-usul dan tujuan ekstremisme dalam Islam.
Karakter Arab dan Lahirnya Islam [2:35]
Kiai Said menjelaskan bahwa karakter orang Arab mudah berubah dan tidak memiliki keterikatan kuat dengan tanah air. Masyarakat Arab jahiliyah digambarkan buta huruf dan menyembah batu tanpa dasar teologi. Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad yang yatim piatu dan buta huruf agar cepat menyebar karena karakter nomaden orang Arab.
Peran Bangsa Ajam dalam Peradaban Islam [5:51]
Kiai Said menekankan bahwa mukjizat Al-Qur'an dan bahasa Arab diikuti oleh orang-orang non-Arab, terutama bangsa Persia yang sudah berperadaban ribuan tahun. Bangsa Persia merebut posisi keilmuan dan membangun peradaban Islam. Mereka menyempurnakan tulisan Arab, menciptakan ilmu tajwid, dan merawat hadis. Imam empat yang terkenal, Imam Ghazali, dan ulama besar lainnya juga bukan orang Arab. Peradaban Islam berkembang bukan di tempat kelahirannya, melainkan di Baghdad yang menjadi pusat peradaban dunia selama 400 tahun.
Kemunduran dan Kebangkitan Islam [9:31]
Setelah 400 tahun maju, kepemimpinan khilafah diambil oleh kelompok Turkumistan Turki (Utsmaniyah) yang ahli perang tetapi kurang dalam peradaban. Mereka tidak menggunakan bahasa Arab dalam administrasi negara, sehingga terjadi kemunduran peradaban Islam. Pada era modern, Eropa bangkit dan wilayah-wilayah Islam dikangkangi oleh kolonial. Kiai Hasyim Asy'ari menyadari hal ini dan mengeluarkan jargon "hubbul watan minal iman" (nasionalisme bagian dari iman) sebagai pondasi utama NU.
Perpecahan Pemikiran dan Lahirnya Ikhwanul Muslimin [14:15]
Setelah khilafah bubar, terjadi kekosongan kepemimpinan di dunia Islam. Tokoh Arab mendirikan partai politik untuk melawan penjajah dengan semangat nasionalis tetapi tidak beragama. Kemudian, Syekh Hasan Albanna mendirikan Ikhwanul Muslimun dengan konsep ahlusunah wal jamaah moderat. Namun, setelah Hasan Albanna terbunuh, Sayid Kutub menggantikannya dan menulis kitab "Ma'alim Fit Thariq" yang menolak semua ide dari luar Islam dan menganggap nasionalisme sebagai jahiliah.
Takfiri dan Al-Qaeda [20:54]
Setelah Ikhwanul Muslimun dilarang, muncul kelompok yang lebih radikal bernama Jamaah Takfir wal Hijrah yang menganggap semua orang kafir. Mereka membunuh menteri agama, wartawan senior, dan Presiden Anwar Sadat. Pemimpin takfiri, Aiman Azzwahiri, lari ke Afghanistan dan bergabung dengan Usamah bin Ladin untuk mendirikan Al-Qaeda.
Pengalaman dengan Taliban [25:25]
Kiai Said menceritakan pengalamannya bertemu dengan delegasi Taliban di kantor PBNU. Ia menyampaikan bahwa Indonesia merdeka dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan, berbeda dengan Afghanistan yang langsung ribut masalah konstitusi setelah Soviet pergi.
Asal Mula Radikalisme dalam Islam [27:41]
Kiai Said menjelaskan bahwa radikalisme muncul sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ketika ada seorang Badui bernama Zil Khwaisir yang memprotes pembagian ghanimah oleh Nabi. Nabi Muhammad SAW memprediksi akan muncul orang-orang yang hafal Quran tetapi tidak memahaminya dan mereka adalah sejelek-jeleknya manusia. Prediksi ini terbukti pada tahun 40 Hijriah dengan munculnya Khawarij yang membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Neo Khawarij dan Keputusasaan [32:30]
Kiai Said menjelaskan bahwa Neo Khawarij lahir karena faktor putus asa dalam memahami agama Islam dan ragu bahwa Islam membawa kemajuan dan keadilan. Mereka menganggap semua kepala negara Timur Tengah zalim dan membiarkan Palestina dicaplok oleh Israel. Keputusasaan ini melahirkan ekstremisme radikal dan ateisme.
Islam sebagai Agama Peradaban [35:33]
Kiai Said menekankan bahwa Islam seharusnya dipahami sebagai agama peradaban, ilmu pengetahuan, adab, dan kemanusiaan, bukan hanya akidah dan syariah. Ia mencontohkan bahwa hanya Al-Qur'an yang menegaskan kebenaran harus dengan ilmu pengetahuan.
Islam Nusantara dan Manipulasi Agama [39:30]
Kiai Said menjelaskan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang berperadaban, berbudaya, ramah, santun, dan toleran seperti yang dibangun oleh para leluhur. Ia juga menjelaskan bahwa manipulasi agama terjadi ketika tujuan dan agenda dipoles dengan atas nama agama padahal tidak. Tanda-tanda manipulasi adalah gerakan monopoli kebenaran dan menolak dialog.
Islam dan Kekuasaan [53:21]
Kiai Said menjelaskan bahwa Islam mewajibkan umatnya untuk mewujudkan pemerintahan. Pemimpin harus berilmu, adil, zuhud, sehat fisik, dan berani. Ia juga menyinggung tentang peran NU dan Muhammadiyah dalam menyikapi pemerintahan. NU harus tetap kritis terhadap kekuasaan dan memperjuangkan kemaslahatan umat.
Politik NU dan PKB [59:25]
Kiai Said menjelaskan bahwa PBNU telah menyediakan wadah politik bagi warganya melalui partai PKB. Ia juga menolak upaya memisahkan NU dengan PKB karena melanggar sejarah. Ia menekankan bahwa NU harus tetap memberikan masukan, rekomendasi, dan teguran kepada penguasa yang zalim.
Pengalaman Pribadi dan Kesimpulan [1:04:00]
Kiai Said menceritakan pengalamannya dikritik oleh Pak Jokowi saat ingin terpilih lagi menjadi ketua PBNU. Ia juga menyampaikan kesimpulan bahwa Islam bukan hanya akidah dan syariah, tetapi juga agama ilmu, peradaban, adab, kemajuan, dan kemanusiaan.