Pengelolaan dan Jenis LImbah Bahan Beracun Berbahaya (Limbah B3) dan Bahan Beracun Berbahaya (B3)

Pengelolaan dan Jenis LImbah Bahan Beracun Berbahaya (Limbah B3) dan Bahan Beracun Berbahaya (B3)

Ringkasan Singkat

Video ini membahas pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia. Dijelaskan mengenai jenis-jenis limbah B3, dampak negatifnya terhadap lingkungan dan kesehatan, serta cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • Limbah B3 dari fasyankes meliputi limbah infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksis, kimiawi, radioaktif, kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat tinggi.
  • Pengelolaan limbah B3 diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 101 Tahun 2014, meliputi pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan akhir.
  • Pengolahan limbah B3 infeksius dapat dilakukan dengan metode termal (insinerasi) atau non-termal untuk memutus rantai penularan penyakit.
  • Pengurangan timbulan limbah B3 dapat dilakukan dengan menghindari atau mengganti bahan B3, serta melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan kimia dan farmasi.

Pengertian dan Sumber Limbah B3 [0:40]

Limbah B3 adalah sisa hasil usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan beracun. Berdasarkan kategori bahayanya, limbah B3 terbagi menjadi Kategori 1 dan 2. Sumber limbah B3 meliputi sumber tidak spesifik, B3 kedaluarsa, B3 tumpah, B3 yang tidak memenuhi spesifikasi, dan bekas kemasan B3, serta sumber spesifik dari kegiatan industri dan pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik menghasilkan limbah cair, gas, dan padat, termasuk limbah medis yang bersifat infeksius, patologi, benda tajam, farmasi, sitotoksis, kimiawi, radioaktif, kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat tinggi.

Peraturan dan Pengelolaan Limbah B3 [2:31]

Pengelolaan limbah B3 diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3. Pengelolaan ini mencakup pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan akhir. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan dengan cara termal (pembakaran) atau solidifikasi, tergantung pada teknologi yang tersedia. Pemanfaatan limbah B3 juga didorong untuk mengurangi keluhan terkait kesulitan pengelolaan limbah B3. Direktorat Jenderal PSLB3 siap membantu dalam pengolahan limbah medis, terutama dengan metode termal untuk memusnahkan limbah infeksius COVID-19.

Dampak Limbah B3 Fasyankes dan Pengelolaannya [4:41]

Limbah dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) memiliki dampak terhadap lingkungan dan kesehatan. Limbah infeksius dapat memperpanjang rantai penularan penyakit, sementara limbah obat bekas atau kadaluarsa dapat mencemari lingkungan karena kandungan kimianya. Penumpukan bahan kimia dari laboratorium dapat menyebabkan pencemaran air dan tanah. Pengelolaan limbah B3 dari fasyankes harus berbeda dengan limbah dari lingkungan perumahan. Pengurangan timbulan limbah B3 dapat dilakukan dengan menghindari atau mengganti penggunaan material B3, serta melakukan tata kelola yang baik dalam pengadaan bahan kimia dan farmasi.

Teknis Pengelolaan Limbah B3 Infeksius [6:33]

Limbah B3 infeksius dari fasyankes harus dikemas dalam wadah tertutup yang tidak bocor, dengan pengisian maksimal 3/4 dari kapasitas wadah. Pemadatan limbah dilarang. Penyimpanan limbah B3 infeksius harus dilakukan di tempat berizin, maksimal 2 hari pada suhu ruang di atas 0 derajat Celcius, atau 90 hari menggunakan cold storage dengan suhu 0 derajat Celcius atau kurang. Pengangkutan limbah B3 Kategori 1 harus menggunakan alat angkut tertutup yang memiliki rekomendasi dan izin pengangkutan limbah B3, untuk diserahkan ke jasa pengolah limbah B3 berizin. Pengolahan limbah B3 dapat dilakukan oleh penghasil atau diserahkan ke jasa pengolah limbah B3 menggunakan insinerator berizin, dengan catatan limbah tidak mengandung logam berat, merkuri, atau mudah meledak. Residu pembakaran insinerator diserahkan ke penimbun limbah B3 berizin.

Jenis Limbah dan Metode Pengolahan [8:20]

Terdapat dua jenis limbah utama dari fasyankes: limbah infeksius dan limbah B3 berbahaya beracun dari laboratorium dan apotek. Limbah infeksius perlu dikelola dengan metode termal (pembakaran) atau non-termal (menghilangkan sifat infeksius). Metode termal menghasilkan gas yang harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan. Limbah B3 dari farmasi, laboratorium, dan obat kadaluarsa, yang tidak dapat diurai dengan autoklaf, dikelola dengan insinerator untuk memecah rantai kimia menjadi limbah yang tidak berbahaya atau gas yang aman.

Persyaratan Teknis dan Alur Pengangkutan Limbah B3 [9:41]

Tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah B3 dari fasyankes diatur dalam PP Nomor 101 Tahun 2014, Permen LHK Nomor P.56 Tahun 2015, dan Permen LHK P.95 Tahun 2018. Persyaratan pengolahan limbah B3 meliputi keterangan lokasi, jenis limbah, sumber dan karakteristik limbah, tata letak dan desain konstruksi, uji kualitas lingkungan, uraian pengelolaan limbah, diagram alir proses, spesifikasi peralatan, fasilitas pengendalian pencemaran, sistem tanggap darurat, tata letak drainase, asuransi pencemaran lingkungan, laboratorium analisis, laporan realisasi kegiatan, dan izin pengelolaan limbah B3. Pengangkutan limbah B3 medis harus menggunakan alat angkut yang memiliki rekomendasi dari Menteri LHK dan izin dari Menteri Perhubungan.

Proses Pembakaran Limbah B3 dengan Insinerator [12:00]

Limbah B3 medis diserahkan ke pengolah limbah B3 dan diolah menggunakan insinerator. Limbah yang belum diolah disimpan di tempat penyimpanan limbah B3 yang memiliki pendingin (cold storage). Proses pembakaran limbah B3 dengan insinerator meliputi: membawa limbah dari TPS ke tempat pengolahan menggunakan alat bantu, memastikan kemasan tidak bocor, menimbang limbah untuk mengetahui besaran yang akan diumpan sesuai kapasitas bakar insinerator, mengaktifkan alat pengendali pencemaran udara (misalnya wet scrubber atau cyclon), melakukan pengumpanan secara bertahap setelah ruang bakar mencapai suhu tertentu (350°C untuk ruang bakar pertama dan 400°C untuk ruang bakar kedua), menjaga suhu operasional (800°C untuk ruang bakar pertama dan 1000°C untuk ruang bakar kedua), memperhatikan emisi cerobong agar tidak hitam, memperhatikan kebutuhan air untuk proses scrubber, dan menampung residu pembakaran (bottom ash dan fly ash) serta residu pengolahan fluigas dalam drum untuk diserahkan ke penimbun limbah B3 berizin.

Pengelolaan Limbah yang Ideal [14:00]

Pengelolaan limbah yang baik dimulai dengan memisahkan limbah yang bisa didaur ulang (recycle), digunakan kembali (reuse), diambil kembali (recovery), dan dimusnahkan. Sistem ini perlu diterapkan di fasyankes, seperti rumah sakit, untuk mengefektifkan pengolahan limbah B3. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terbuka untuk berdiskusi dan membantu industri yang mengalami kesulitan dalam pengelolaan limbah B3.

Watch the Video

Date: 11/6/2025 Source: www.youtube.com
Share

Stay Informed with Quality Articles

Discover curated summaries and insights from across the web. Save time while staying informed.

© 2024 BriefRead