🔴FULL - Audiobook Indonesia | Terjemah Rasa | Fahruddin Faiz

🔴FULL - Audiobook Indonesia | Terjemah Rasa | Fahruddin Faiz

Ringkasan Singkat

Video ini adalah pembacaan buku "Terjemah Rasa tentang Aku Hamba dan Cinta" karya Fahruddin Faiz. Buku ini berisi refleksi tentang kehidupan, cinta, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Beberapa poin penting yang diangkat meliputi:

  • Pentingnya menerjemahkan rasa ke dalam kata-kata untuk memaknai pengalaman hidup.
  • Konsep "aku" sebagai manusia dengan segala kelebihan dan kekurangan, "hamba" sebagai ciptaan yang melaksanakan tuntunan Tuhan, dan "cinta" sebagai jalan mulia.
  • Perlunya keseimbangan antara akal, rasa, dan spiritualitas dalam menjalani kehidupan.
  • Pentingnya introspeksi diri (muhasabah) dan mencari hikmah dalam setiap peristiwa.

Tentang Penulis [0:01]

Fahruddin Faiz lahir di Mojokerto pada 16 Agustus 1975. Ia adalah seorang alumnus Mapk Jember (1993) dan menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain menjadi dosen di UIN Sunan Kalijaga, ia juga mengajar di Universitas Sahid dan menjadi pengasuh ngaji filsafat di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta sejak April 2013. Kesibukannya meliputi belajar, menulis, dan membaca.

Pengantar: Menghadirkan Rasa di Dunia Kata-Kata [2:57]

Buku ini berawal dari suara hati dan coretan-coretan pribadi penulis sebagai ungkapan gejolak jiwa dan cermin untuk berkaca. Buku ini berisi fragmen kehidupan, pemikiran, puisi, dan tulisan pendek yang dirangkai dengan tujuan beragam. Judul "Terjemah Rasa" menandakan bahwa buku ini adalah ungkapan aneka rasa dalam hidup dan pengalaman menjalani anugerah kehidupan. Buku ini membahas kebimbangan tentang ada dan aku, kegembiraan akan ilmu, kegalauan oleh cinta dan rindu, serta jatuh bangun meniti jalan cahaya. Buku ini adalah catatan tentang aku hamba dan cinta dari perspektif penulis. Setiap judul dalam buku ini membawa cerita dan misi sendiri-sendiri, sebagian besar membawa pelajaran dan hikmah. Buku ini bisa dibaca secara acak dan diharapkan dapat membantu dalam proses muhasabah atau sekadar diambil hikmahnya. Menerjemahkan rasa ke dalam kata-kata tidaklah sederhana, namun pembaca memiliki kuasa untuk membentuk makna. Penulis berterima kasih kepada guru-guru, keluarga, dan teman-teman yang telah mendukungnya dalam menerbitkan buku ini. Buku ini adalah persembahan dan doa agar menginspirasi kebaikan dan kemanfaatan.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba [26:05]

Nasihat untuk menerima kenyataan hidup, menjalani kehidupan dengan sabar dan istiqomah, serta meluaskan hati untuk menampung hikmah. Jangan berharap semua terjadi sesuai keinginan, tetapi terimalah yang terjadi agar hidup tenang. Jika tak mampu menerima kenyataan, bagaimana akan menjalani kehidupan? Jika tak mampu ridho, bagaimana akan menemukan yang hakiki?

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 6 [27:29]

Tabiat manusia mengidamkan yang nikmat, nyaman, dan menyenangkan saja. Kenikmatan sejati hanya dirasakan oleh mereka yang mau merasakan kesakitan, kesedihan, dan kepahitan sementara. Usaha itu melelahkan, namun tanpanya tak sempurna hasil segala rancangan. Memaksa diri berjuang itu berat, namun tanpanya tak lebih baik hidup dijalankan.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 9 [29:47]

Engkau manusia dengan segala kuasa dan kelemahannya, engkau hamba dengan segala amanah dan karunianya. Semua yang kau punya adalah bekal perjalanan menuju ke arah-Nya. Jangan tunda kebaikan, jangan tunggu keinsyafan. Serahkan sisanya kepada Tuhan Sang Penguasa segala kemungkinan.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 7 [31:23]

Wajar memiliki keinginan, namun semoga juga memiliki kendali atas apa yang pantas diinginkan dan yang tidak. Tanpa keinginan takkan ada perjuangan, tanpa perjuangan takkan ada kebahagiaan. Kekecewaan ternyata tergantung juga pada keinginan. Hidupkan cita-cita, pancangkan tujuan, lalu perjuangkan. Amati segala goda rayuan yang menyeret ke lembah mimpi dan ambisi tanpa mengukur batas diri.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 5 [32:51]

Hidup itu tergantung bagaimana engkau menyusunnya, dunia itu tergantung bagaimana engkau menafsirnya. Engkau memiliki segala daya untuk membentuknya. Ubahlah susunan hidup jika merasakan penderitaan, ubahlah cara pandangmu terhadap dunia jika merasa berat memikul beban. Buatlah cerita baru jika cerita yang kau bentuk gagal.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 10 [36:15]

Engkau hanyalah manusia biasa, bukan Tuhan sang segala kuasa. Jangan pernah mendaku kesempurnaan, apalagi sambil merendahkan makhluk ciptaan. Engkau bisa khilaf, engkau mungkin salah, tak pantas kau rasa jumawa. Belajarlah tentang sesama, belajarlah kepada sesama, belajarlah dari sesama.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 3 [38:22]

Terimalah hidupmu, hadapilah situasi sulit, lalu bakar dia tanpa sisa dengan daya dan gairahmu yang menyala membara. Hidupmu pasti tidak selalu kesenangan, pasti tidak melulu kenyamanan, namun dalam penerimaan akan kau temui kebahagiaannya.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 2 [41:15]

Ayahmu ini tak bernasab langit, tak berdarah biru. Kedirianmu tegakkanlah sendiri dengan keringatmu. Usah iri kau pada mereka yang begitu lahir sudah duduk gagah di kursi indah takdir megah kakek nenek mereka. Ayahmu ini ternyata hanya mampu membantu Allah menghadirkanmu, selebihnya bangunlah namamu seindah khayalmu.

Anakku Kalian Manusia Juga Hamba Bagian 1 [45:05]

Ingatlah hakikat dirimu adalah tiada, namun kasih-Nya membuatmu ada. Ingatlah tiga kata ini: ketiadaan, kesementaraan, dan kasih-Nya. Allah adalah tujuanmu, Muhammad dan Al-Qur'an adalah penuntunmu, dunia dan segala perangkatnya adalah kendaraanmu.

Wirid Cinta [47:39]

Kuwiridkan cinta dalam setiap desah nafasku, detak nadiku, dan orang-orang tertawa, tapi aku tak peduli. Kuwiridkan cinta 7, 10, 100, 1000, dan berjuta kali sampai kering bibir dan habis tenaga, dan semua menganggapku kalah, tetapi mereka tidak tahu di sinilah kemenanganku.

Ujung Jalan yang Belum Kelihatan [50:13]

Dalam bimbang ragu, tiba-tiba sebuah tangan menggamit lengan. Mengapa berhenti? Aku menoleh dan kulihat seorang gadis muda beraura cahaya. Aku ingin bersamamu, katanya. Aku siap menjadi tangan dan kakimu jika kau perlu.

Keberhasilan [54:46]

Kali ini justru Sang Guru yang berbinar gembira, sedang di hadapan sang murid tertunduk lemah layu lumpuh setelah terhempas tak berdaya di sudut gulita. Engkau memang sudah berhasil. Kesedihanmu dan kekalutanmu dalam cinta menunjukkan bahwa engkau sungguh-sungguh dalam cinta.

Alasan Cinta [58:44]

Cinta itu indah anak-anak. Kalau dengan alasan cinta kalian melakukan hal-hal yang kotor dan menjijikkan, maka yakinlah bahwa itu bukan cinta, namun kesadaran rendahmu yang mengejar kesenangan sementara. Cinta itu mengutuhkan dan menyatukan.

Wirid Cinta [1:00:59]

Sang pemuda tak banyak kata, mengungkap dengan tegas maksudnya: aku sangat mencintaimu, maka aku menginginkan yang terbaik untuk kita dan inilah jalan terbaiknya. Sang pemudi tak mau kalah, menyatakan dengan nyaring keinginannya: cintaku padamu tak kalah dalamnya, aku pun menginginkan yang terbaik untuk kita dan inilah menurutku jalannya.

Kendaraan [1:02:48]

Lelaki itu melototkan mata, wajahnya menegang. Kalian ini sesat! teriaknya keras. Tidak seharusnya kalian hamburkan usia untuk hal yang tak berguna, sekadar melayani ajakan cinta dan mengikuti suara hati belaka. Hidup itu hanya untuk Allah saja!

Silang Jalan [1:04:24]

Bersabar dan melupakan segala kejadian menyakitkan, hidup harus tetap berjalan. Demikian yang mereka hiburkan, namun perempuan sendu itu tak mampu hentikan tangisnya, selain hanya menjawab dengan sebentuk anggukan lemah.

Air Mata Orang Tua [1:06:41]

Aku tidak ingin menanyakan kabarmu, karena pertanyaan itu membuatku ragu kalau jawabanmu tidak seperti harapanku. Aku hanya bisa mendoakanmu. Beragam cerita orang sampai di telingaku, ada yang bilang dirimu sedang menyandang duka bertabur air mata.

Indah yang Luka [1:12:40]

Megah cintaku dalam rasa suram, cintaku dalam nyata. Saat damba melanda, keindahan tergambar dalam khayal. Saat terbuka mata, padam segala gambar. Kusangka cinta indah saja, ternyata cinta penuh luka.

Lelaki Berwajah Murung [1:13:46]

Lelaki berwajah murung itu gemetar membuka mulutnya, entah sedang bertutur kata atau hanya mengeluh saja. Kalau engkau jatuh cinta, orang akan tertawa dan menganggapmu hanya tergoda oleh rasa dan diombang-ambingkan oleh hasrat.

Ini Hanya Cinta, Tidak Bolehkan? [1:15:50]

Seorang lelaki berdiri dalam hening, termangu di ujung tepi jurang berbatu. Matanya menerawang dalam pedih dan ragu membimbang. Bukankah ini hanya cinta? Tidak bolehkah?

Diam-Diam [1:17:27]

Diam-diam masing-masing kita menikmati rasa yang tumbuh mendalam, semakin dalam tanpa secuil pun asa untuk disampaikan, disambungkan. Sembunyi-sembunyi kita saling memuji indah citra diri dalam remang suram di sudut bilik hati.

Kusapa Engkau [1:19:08]

Kusapa dirimu sambil menyemai harapan, semoga yang tak terkatakan turut hanyut tersampaikan. Kutanyakan tentang kesehatan sambil diam-diam kuisyaratkan sehat semangatku bertaut berpadu dengan gairah ceriamu.

Mereka Menatap Kita Cinta [1:20:33]

Mereka menatap kita cinta sebagai yang aneh dan tak biasa, sampai aku ragu dengan diriku. Adakah aku yang gila ataukah mereka? Mereka menatap kita cinta dengan sorot mata jijik tak tahan, seakan kita bekas muntahan yang tak pantas tampil kelihatan.

Sebuah Adegan pada Hening Malam [1:22:49]

Rembulan menumpahkan cahayanya, menaburi kenangan yang menari-nari dalam rasa, menambah irisan baru luka-luka. Angin semilir mendesakkan hembusannya, menghunjam di dada, menyentuh jauh bekas luka di kedalaman jiwa.

Syair Luka Lagu Sendu [1:26:16]

Takdir duka yang bertumpang tindih itu sendu wajahmu, tak henti mengganggu menggelanyuti kelopak mataku. Sedang nestapa betapa enggan menjauh, memelukku serta mencumbu tiada jenuh.

Kegelisahan [1:27:57]

Anak muda itu betapa gelisah dengan dirinya. Sudah diikutinya banyak guru di dunia nyata maupun di dunia maya, sudah dikoleksinya beragam wawasan dan pengetahuan, namun masih saja ia merasa tak ada peningkatan apapun dalam dirinya.

Nilai Cinta [1:37:33]

Cinta pada masa kini betapa kehilangan harga diri. Ia dipakai dengan makna yang menunjukkan keterpesonaan jasmani, ia dipakai sebagai istilah yang menggambarkan hasrat memiliki dan nafsu duniawi.

Cinta Ini [1:40:16]

Cinta ini kekasih telah membuat capek lelah pemiliknya. Lantas kenapa ia tak pergi jua? Bayang wajahmu kekasih terpahat oleh apakah di atas hatiku yang rapuh lemah tak runtuh oleh sejuta rasa rindu gelisah yang berdentam menghantam-hantam kenangan akan dirimu itu?

Tak Saling Tapi [1:42:04]

Kita tak pernah saling bertukar ungkap cinta dan kerinduan, tapi aku tahu kita pasti kukuh bersemayam mengakar di kediaman kasih sayang, menyantap lahap jamuan cinta, menyelam tak hendak keluar di kedalaman samudra kerinduan.

Menyapamu [1:43:55]

Sudah 7 tahun, 7 bulan, 7 hari kita tak bisa bertemu lagi, tak lagi kudengar kabarmu, tak lagi kuahu keadaanmu. Namun dalam panjang tahun demi tahun, kenangan dan sakit itu masih bertumpuk bertimbun.

Bahasa Jiwa [1:47:01]

Malam itu hadir seorang dara bermuka muram, berhawa kesedihan. Pandangan matanya berkaca, pucat wajahnya menggambar bayang betapa beban hidup beratnya harus disangga. Berapa lama ia hadir, namun tanpa ada sepatah pun kata lahir, hanya kediaman yang ia sajikan.

Gemas Cemas [1:50:24]

Betapa gemas anak muda bermata tajam itu menatap gurunya, orang yang dia percaya mampu mengubah situasi segera. Beberapa lama ia coba merayu agar Sang Guru segera turun gelanggang mengatasi keadaan, berjuang menghidupkan mimpi-mimpi ideal yang selama ini gurunya ceramahkan.

Cinta Ketuhanan [1:54:42]

Cinta ketuhanan, kemanusiaan, rasa fitrah, kekuatan keikhlasan, kebebasan kenyataan, kepasrahan kedalaman, kemurnian pengetahuan, kepedulian penghargaan tanggung jawab kerinduan kenangan, kesetiaan harapan ketakutan.

Pertanyaan [1:55:54]

Tidak biasanya malam itu Sang Guru memberikan kesempatan bertanya. Biasanya Ia hanya hadir sesaat, menyampaikan satu dua kalimat kemudian pergi tanpa menengok lagi. Kali ini justru para murid yang kebingungan apa yang harus ditanyakan.

Mencari yang Istimewa [2:02:40]

Pemburu berita itu tampak kecewa karena bapak yang diwawancara ternyata sama sekali tak istimewa, sangat jauh berbeda dengan bayangan mereka. Ke manapun mereka mengejar dengan berbagai pertanyaan, jawaban yang diberikan selalu saja tak mengejutkan.

Hanya Bisa Kupersembahkan Gelisah [2:07:52]

Allahumma sholli ala Muhammad. Kuberanikan diri menyapamu wahai Rasul Mulia kebanggaan semesta. Kupaksa bibir ini untuk tak henti mengucap nama-Mu.

Lampu dan Cahaya [2:16:59]

Seorang berusia sebayaku, namun semangatnya menjelajah medan hikmah, mengejar jejak cahaya melampaui jauh di atasku. Di manapun cahaya dilihatnya, tidak berpikir dua kali disingsingkan lengan baju, dikejar dan berusaha diraihnya cahaya itu.

Awam Saja Belum Bisa [2:21:29]

Bagaimana aku bisa berbangga, menjadi awam saja belum bisa. Awam itu pasrah tanpa keluh kesah, meski tak mampu mencerna arah, sadar akan jiwa tak bisa menjangkau makna. Sedang aku hanya berlagu bergaya seolah sudah bisa segala.

Bagusi [2:23:43]

Tiada angin tiada hujan, guru yang kutakzimi sepenuh hati itu tiba-tiba hadir tanpa aba-aba dan basa-basi. Dihujaninya diri ini dengan semburan amarah dan serapah hebat.

Begitu Banyak Cahaya [2:27:08]

Betapa banyak itu cahaya berpendar, berlomba mengundang mengelilingi jiwa. Namun diri tak tergerak jua, selain hanya asyik menikmati warna-warni hingga jauh mereka tak terjangkau.

Kapan Tentang Dia [2:29:41]

Guru, begitu lama saya menanti kapan guru akan membahas Nabi Muhammad, cahaya petunjuk Matahari Dunia rembulan semesta. Anakku, adakah menurutmu segala kebenaran kebaikan keindahan yang aku sampaikan selama ini bukan tentang kemuhammadan?

Kerumunan Mulia [2:31:33]

Bapak Ibu dari tidak ada kita dibuat ada, tentu dengan kehendak-Nya. Bukankah itu berkat ketiadaan? Demikian lembut suara lelaki berwajah teduh itu memenuhi ruangan bertabur cahaya Allah.

Semoga Kau Tengok Aku Wahai Sang Terpuji [2:33:55]

Menyaksikan wajah agung para pecintamu, tertunduk aku dalam malu. Apalah lagi membayangkan wajahmu, duhai engkau yang kuintai dalam jauh.

Muhasabah [2:37:10]

Sungguh aku telah tahu kutimbun dosa bertumpuk tumbuh, namun diri ini begitu angkuh untuk segera menghadap-Nya dan mengaku. Sungguh memang telah nyata betapa diri ini berlumur dosa, namun diri ini begitu lalai terhadap salah dosa, selalu abai menunda-nunda nanti.

Gema yang Sia-Sia [2:39:46]

Kali ini aku menangkap nada kecewa dari seorang guru mulia yang selama ini betapa berbaik hati menuntun kami meniti jalan ke dalami, menunjukkan cahaya yang harus kami pedomani.

Aku Saya dan Hamba [2:45:11]

Malam itu selepas ngaji seperti biasa tak biasanya Pak Kiai memanggilku mendekat. Kemarilah nak, panggilnya. Adakah perintah untuk saya, Kiai? Tanyaku setelah dekat dan mencium tangan Beliau.

Ikhwal Cahaya [2:55:01]

Ikhwal cahaya, ia memerlukan apa yang diteranginya. Karena tanpa ada yang diteranginya, buat apa pijar cahaya? Guna cahaya bergantung pandang mata. Buat apa jernih pandang mata tanpa hadir cahaya?

Hampa [2:56:56]

Hampa adalah suatu ketika kala entah apa menghadirkan bukan apa-apa, lalu diri merasa bukan siapa-siapa. Rutinitas yang menjemukan yang memuakkan, ambisi yang tak kunjung selesai, keinginan yang bersusulan tiada henti.

Panggilan [2:59:01]

Setiap orang memanggilku, menempeliku nama dengan label bikinan mereka. Kadang memujiku, kadang mencaciku, kadang mengagumiku, kadang membenciku.

Membaca Warnaku [3:01:23]

Engkau akan kesulitan membaca warnaku karena engkau selalu memotongku dengan pisau perspektifmu. Betapa akan kebingungan kau tebak corakku karena engkau selalu membingkaiku dengan buram kacamata

Watch the Video

Date: 6/10/2025 Source: www.youtube.com
Share

Stay Informed with Quality Articles

Discover curated summaries and insights from across the web. Save time while staying informed.

© 2024 BriefRead