The Law of Assumption: Become What You Choose to Believe (Audiobook)

The Law of Assumption: Become What You Choose to Believe (Audiobook)

Ringkasan Singkat

Buku "The Law of Assumption" membahas tentang bagaimana asumsi kita membentuk realitas kita. Inti dari hukum ini adalah bahwa kita menarik apa yang kita yakini benar, bukan hanya apa yang kita inginkan. Buku ini mengajarkan cara mengubah asumsi bawah sadar untuk menciptakan kehidupan yang kita inginkan.

  • Asumsi, bukan keinginan, yang menarik realitas kita.
  • Kesadaran adalah penyebab utama dari semua efek dalam hidup kita.
  • Identitas yang kita yakini menentukan segalanya.

Pendahuluan [0:08]

Setiap momen dalam hidup dipengaruhi oleh kekuatan tersembunyi, yaitu asumsi, bukan takdir atau keberuntungan. Asumsi adalah arsitek diam-diam dari realitas kita, membentuk bagaimana kita memandang diri sendiri, orang lain, dan dunia. Asumsi ini bukan sekadar pikiran pasif, melainkan pencipta aktif yang menuliskan naskah yang diikuti oleh kehidupan. Hukum asumsi adalah dasar yang menentukan apakah keinginan kita terwujud atau tetap di luar jangkauan. Intinya, kita menarik apa yang kita yakini benar. Keyakinan yang kuat mengubah segalanya. Dengan mewujudkan asumsi bahwa kita sudah memiliki apa yang kita inginkan, dunia luar akan menyesuaikan diri dengan keyakinan tersebut. Hidup dengan asumsi berarti menjadi versi diri yang sudah ada dalam potensi. Ini bukan tentang berpura-pura, tetapi tentang bertindak selaras dengan identitas yang kita inginkan. Kita tidak perlu menunggu untuk menjadi sukses, tetapi mengasumsikannya sebagai kebenaran kita saat ini.

Bab 1. Apa itu Hukum Asumsi? [4:20]

Hukum asumsi menyatakan bahwa apa yang kita asumsikan menjadi kenyataan kita. Asumsi yang berakar kuat membentuk cara kita melihat dunia dan bagaimana dunia melihat kita. Ketika kita menganggap sesuatu benar dan memegangnya sebagai fakta dalam diri kita, asumsi itu mulai mengatur perilaku, keputusan, emosi, dan bahkan respons orang lain. Asumsi menjadi cetak biru, dan dunia luar hanya mengikuti perintah. Hukum asumsi menuntut pembalikan proses: percaya dulu, asumsikan kebenaran dari hasil yang diinginkan sekarang, dan biarkan bukti mengikuti. Ini bukan tentang mengabaikan realitas, tetapi memahami bahwa realitas tidak seobjektif yang kita kira. Realitas menekuk pada keyakinan, bukan sebaliknya. Hukum asumsi adalah tentang identitas: siapa kita percaya diri kita, kehidupan seperti apa yang pantas kita jalani, kesuksesan apa yang mampu kita capai, cinta apa yang pantas kita dapatkan, dan kesehatan apa yang tersedia bagi kita. Asumsi-asumsi ini seringkali tidak disadari dan dapat menyabotase upaya kita. Untuk hidup dengan sengaja, kita harus mulai memantau apa yang kita asumsikan dalam pikiran kita. Asumsi kita memiliki kekuatan kreatif dan terus-menerus memberi sinyal kepada dunia di sekitar kita apa yang harus dipantulkan kembali. Hukum ini meminta kita untuk memilih asumsi dominan kita dan tetap setia padanya.

Bab 2. Penyebab Tak Terlihat: Kesadaran sebagai Pencipta [11:03]

Kesadaran adalah pencipta sejati kehidupan kita, bukan usaha, waktu, atau keberuntungan. Kesadaran adalah totalitas getaran keberadaan kita, termasuk keyakinan, asumsi, emosi, harapan, dan identitas kita. Kita tidak mewujudkan apa yang kita pikirkan sesekali, tetapi apa yang secara kronis kita asumsikan benar tentang diri kita dan dunia. Segala sesuatu dalam hidup kita hari ini adalah cerminan dari apa yang telah kita sadari. Dunia luar tidak bersifat pribadi, melainkan reflektif. Dunia luar merespons bukan pada apa yang kita katakan kita inginkan, tetapi pada siapa diri kita. Menjadi bukan tentang tindakan, tetapi tentang identitas. Ubah kesadaran Anda, dan Anda mengubah bobot yang dibawa tindakan Anda. Hukum asumsi mengajarkan bahwa asumsi kita adalah ekspresi kesadaran yang paling kuat. Asumsi kita bukanlah pengamatan pasif, melainkan pencipta aktif. Ketika kita memahami bahwa kesadaran kita adalah penyebab dari semua akibat, segalanya berubah. Kita berhenti mengejar validasi eksternal dan menyalahkan faktor eksternal. Mengubah keadaan tanpa mengubah kesadaran seperti mengecat dinding yang retak tanpa memperbaiki fondasinya. Untuk mengubah kesadaran, mulailah dengan mengamati cerita yang kita ceritakan tentang diri kita dan kehidupan kita. Kemudian, pilih asumsi baru dan berkomitmen padanya.

Bab 3. Asumsi versus Keinginan: Mengapa Keinginan Saja Tidak Cukup [18:00]

Keinginan adalah bagian alami dari menjadi manusia, tetapi bagi banyak orang, keinginan menjadi keadaan kerinduan permanen. Mereka menginginkan, berharap, tetapi tidak menerima karena mereka menginginkan tanpa berasumsi. Keinginan tanpa asumsi tidak berdaya dan menciptakan frustrasi. Hukum asumsi membedakan antara menginginkan sesuatu dan hidup dari keyakinan bahwa kita sudah memilikinya. Keinginan membuat tujuan kita di masa depan, sementara asumsi membawanya ke masa kini. Menginginkan sesuatu berarti mengakui bahwa kita tidak memilikinya, dan rasa kekurangan itu menarik lebih banyak bukti kekurangan. Di sisi lain, ketika kita mengasumsikan sesuatu sudah menjadi milik kita, kita menggeser keadaan internal kita menjadi kepuasan. Pergeseran asumsi mengubah segalanya karena memprogram ulang pikiran bawah sadar kita. Kita harus merasa aman, bahagia, dan utuh terlebih dahulu, kemudian keadaan yang cocok dengan keadaan itu mulai muncul. Hukum asumsi menuntut kita menggeser penyebab perubahan dari luar ke dalam. Alih-alih menunggu kehidupan mengubah perasaan kita, kita menggunakan perasaan kita untuk mengubah hidup kita.

Bab 4. Identitas adalah Takdir: Siapa yang Anda Yakini Menentukan Segalanya [24:44]

Identitas adalah perintah diam-diam di balik setiap pilihan yang kita buat dan merupakan asumsi yang paling kuat dari semuanya. Jika identitas kita berakar pada ketidaklayakan, ketidakberuntungan, atau ketidakcukupan, maka kehidupan akan terus menggemakan hal itu kembali kepada kita. Identitas kita bukanlah sekadar cerminan masa lalu, tetapi cetak biru yang membangun masa depan kita. Kebanyakan orang hidup tanpa sadar dari identitas yang tetap. Hukum asumsi membawa fokus kembali ke tempat perubahan nyata dimulai, yaitu di dalam diri. Jika kita ingin mengalami sesuatu yang baru di dunia luar, kita harus mengasumsikan identitas baru di dunia batin kita. Kita harus melangkah ke dalam identitas versi diri kita yang sudah memiliki apa yang kita inginkan. Transformasi sejati bukan tentang apa yang kita lakukan, tetapi tentang siapa yang kita yakini diri kita. Saat kita mengubah siapa diri kita di inti, tindakan dan hasil kita akan mengikuti dengan lebih sedikit perlawanan. Saat kita memilih identitas baru dan mengasumsikannya sebagai kebenaran, kita mulai bergeser pada tingkat energi. Kita berhenti mencoba meyakinkan dunia untuk memperlakukan kita secara berbeda dan mulai memperlakukan diri kita sebagai seseorang yang sudah berbeda.

Bab 5. Siklus Asumsi: Pikiran, Keyakinan, Hasil [31:06]

Ada lingkaran tenang yang berjalan di bawah setiap aspek kehidupan kita yang menentukan bagaimana kita berpikir, merasa, bereaksi, dan apa yang kita izinkan untuk kita alami. Ini adalah pola universal yang dikenal sebagai siklus asumsi. Siklus ini dimulai dengan pikiran yang ketika diulang menjadi keyakinan, yang kemudian menginformasikan perilaku dan persepsi kita, yang pada akhirnya menghasilkan hasil. Hasil itu, setelah dialami, memperkuat asumsi awal, dan lingkaran itu dimulai lagi lebih kuat dari sebelumnya. Untuk membebaskan diri dari pola yang tidak diinginkan, kita harus terlebih dahulu menyadari asumsi yang kita jalani. Setelah kita melihat lingkaran itu, kita harus campur tangan dan mengganggu pikiran itu sebelum menjadi keyakinan, atau lebih kuat lagi, memasang keyakinan baru sebelum yang lama dapat menguasai lagi. Hukum asumsi menawarkan cara untuk secara sadar mengganti lingkaran lama dengan yang baru. Kita mulai dengan sengaja memilih asumsi baru berdasarkan keinginan, bukan bukti. Kemudian, kita mengulanginya sampai menjadi dapat dipercaya, dan kita mewujudkannya sampai menjadi normal. Kekuatan nyata dari siklus asumsi terletak pada bagaimana ia bertambah seiring waktu.

Bab 6. Percakapan Batin: Membentuk Realitas Melalui Pembicaraan Diri [38:07]

Ada suara di dalam diri kita yang tidak pernah berhenti berbicara. Suara ini adalah percakapan batin kita, dan ini adalah salah satu alat terkuat yang kita miliki. Kualitas hidup kita, hubungan kita, kesuksesan kita, dan citra diri kita dipengaruhi secara langsung oleh sifat dialog internal itu. Jika percakapan batin kita adalah tentang keterbatasan, keraguan, penilaian, dan ketakutan, maka dunia eksternal kita akan mencerminkan frekuensi tersebut kembali kepada kita. Kita tidak dapat mengasumsikan versi baru dari diri kita sambil terus melakukan percakapan yang sama dalam pikiran kita. Pembicaraan diri kita harus mencerminkan identitas yang kita pilih untuk diwujudkan. Pikiran kita harus dilatih untuk berbicara dari asumsi baru, bukan tentangnya. Kita harus memberikan suara kepada diri kita yang baru sebelum orang lain melihatnya. Kita harus menjadi saksi atas pikiran kita dan mengarahkannya kembali jika perlu. Seiring waktu, suara baru menjadi lebih akrab dan menjadi default. Suara batin kita tidak hanya membentuk citra diri kita, tetapi juga memengaruhi bagaimana orang lain mengalami kita. Kita tidak dapat memalsukan konsep diri kita untuk waktu yang lama. Mengubah percakapan batin kita bukan hanya tentang merasa lebih baik, tetapi tentang menyelaraskan diri kita dengan identitas baru sepenuhnya sehingga menjadi nyata.

Bab 7. Hidup di Akhir: Berdiam dalam Kepuasan Sebelum Datang [44:34]

Ada keadaan mental khusus yang menjadi andalan hukum asumsi, yang menentukan apakah keinginan kita tetap menjadi kemungkinan yang jauh atau menjadi realitas yang dijalani. Keadaan itu dikenal sebagai hidup di akhir. Ini adalah keputusan yang disengaja untuk secara mental, emosional, dan energetik berdiam dalam keadaan di mana keinginan kita sudah terpenuhi. Hidup di akhir berarti memilih untuk beroperasi dari versi diri kita yang sudah memiliki apa yang mereka inginkan, bukan versi diri kita yang mencoba mendapatkannya. Ini tentang mengasumsikan hasilnya pasti dan membiarkan kepastian itu membentuk perilaku, fokus, dan dialog batin kita. Untuk menjembatani kesenjangan itu, kita harus secara mental pindah dan berhenti bertanya bagaimana atau kapan, dan mulai hidup seolah-olah sudah selesai. Hidup di akhir berarti mewujudkan keadaan emosional dan konsep diri dari versi diri kita yang sudah memiliki apa yang mereka inginkan. Kita tidak berharap untuk tiba, kita sudah tiba dan sekarang kita hanya berjalan melalui garis waktu yang mengarah ke sana. Ketika kita secara konsisten berdiam dalam keadaan itu, dunia luar akhirnya mencerminkannya.

Bab 8. Revisi: Menulis Ulang Masa Lalu untuk Membentuk Masa Depan [51:32]

Masa lalu tidak sefix yang kita yakini. Apa yang terjadi tidak memegang kekuasaan atas hidup kita, tetapi apa yang kita asumsikan tentang apa yang terjadi. Interpretasi kita tentang pengalaman masa lalu menciptakan filter yang melaluinya kita melihat diri kita, orang lain, dan masa depan. Revisi adalah praktik mengubah dengan sengaja ingatan kita tentang peristiwa masa lalu untuk mengasumsikan hasil, identitas, atau respons emosional yang baru. Ini berarti memilih untuk menetapkan makna baru, perspektif baru, atau nada emosional baru pada sesuatu yang sebelumnya menciptakan rasa sakit, keterbatasan, atau ketakutan. Karena pikiran bawah sadar tidak mengetahui perbedaan antara apa yang nyata secara fisik dan apa yang dibayangkan dengan jelas, revisi menjadi alat yang ampuh untuk transformasi batin. Untuk merevisi masa lalu adalah kembali dalam imajinasi ke momen yang masih memegang muatan emosional dan mengubah hasilnya dalam pikiran kita. Seiring waktu, sistem saraf menyesuaikan diri, pikiran bawah sadar menulis ulang naskah, dan asumsi mulai bergeser. Ketika dipraktikkan secara konsisten, revisi mulai mengubah cara kita memandang seluruh kisah hidup kita.

Bab 9. Asumsi Emosional: Merasakan Itu Nyata [58:15]

Emosi adalah mesin asumsi. Sementara pikiran membentuk kerangka dari apa yang kita yakini, emosi memberikan kehidupan pada keyakinan itu. Tanpa keterlibatan emosional, asumsi tetap dangkal, ide-ide rapuh yang larut di bawah tekanan. Tetapi ketika pikiran diresapi dengan emosi, itu menjadi magnet. Ini menarik pengalaman, orang, dan keadaan ke dalam keselarasan dengan dirinya sendiri. Hukum asumsi tidak merespons pengulangan intelektual saja, tetapi merespons apa yang kita rasakan sebagai nyata. Merasakan sesuatu itu nyata berarti memasuki keadaan di mana emosi kita mencerminkan realitas yang kita inginkan, bukan keadaan yang saat ini kita amati. Kita mulai menghuni ruang perasaan dari hasil yang kita inginkan. Keadaan emosional ini bukanlah reaksi terhadap suatu peristiwa, tetapi menjadi penyebabnya. Ketika kita secara konsisten menghasilkan dan mempertahankan emosi yang cocok dengan realitas yang kita inginkan, kita meruntuhkan garis waktu antara keinginan dan perwujudan. Kita memilih untuk merasakannya sekarang, dan dengan melakukan itu, kita mengundang itu untuk terjadi.

Bab 10. Keyakinan Tanpa Bukti: Mempercayai yang Tak Terlihat [1:04:47]

Keyakinan adalah kekuatan diam-diam di balik setiap asumsi yang berhasil. Ini bukanlah optimisme buta atau angan-angan, tetapi kepastian batin yang dalam dan tak tergoyahkan bahwa apa yang telah kita asumsikan benar akan terwujud terlepas dari apakah ada bukti. Keyakinan adalah pilihan untuk mempercayai yang tak terlihat daripada yang terlihat, realitas batin daripada kondisi luar. Tanpa keyakinan, asumsi kita runtuh di bawah beban dari apa yang dilaporkan oleh indra kita. Dengan keyakinan, kita bertahan dalam visi kita sampai asumsi mengeras menjadi fakta. Kita harus percaya tanpa melihat dan berjalan sebagai orang yang sudah memiliki sesuatu bahkan ketika tidak ada apa pun di luar diri kita yang mengonfirmasinya. Penundaan antara asumsi dan bukti fisik adalah tempat sebagian besar orang menyerah. Tugas kita selama periode ini adalah untuk bertahan, untuk tetap yakin secara internal, untuk menolak membiarkan penampilan eksternal mengesampingkan asumsi internal kita.

Bab 11. Konsep Diri: Diubah dari Kelangkaan menjadi Kelimpahan [1:11:32]

Ada kerangka tersembunyi di bawah setiap keputusan yang kita buat, setiap keyakinan yang kita pegang, dan setiap hasil yang kita alami. Kerangka itu adalah konsep diri kita, identitas yang telah kita terima sebagai kebenaran tentang siapa diri kita. Jika konsep diri berakar pada kelangkaan, tidak ada upaya tingkat permukaan yang akan mengarah pada kelimpahan yang langgeng. Transformasi nyata dimulai dengan keputusan untuk mengubah konsep diri kita dan bergerak dari kesadaran kekurangan menjadi kecukupan, keutuhan, dan kelimpahan. Untuk bergerak menuju kelimpahan, kita harus memilih narasi baru berdasarkan identitas, bukan bukti. Kita mulai dengan mengasumsikan bahwa kita sudah menjadi jenis orang yang layak mendapatkan kehidupan yang kita inginkan, bukan karena apa yang telah kita lakukan, tetapi karena siapa diri kita. Saat konsep diri baru ini berakar, kita mulai melihat perubahan. Kita berbicara secara berbeda, kita mengambil lebih banyak ruang, dan kita tidak lagi mentolerir lingkungan, hubungan, atau kebiasaan yang mencerminkan identitas lama.

Bab 12. Melepaskan Diri Anda yang Lama [1:17:56]

Transformasi tidak dapat terjadi tanpa pelepasan. Selama kita membawa identitas siapa diri kita dulu, kita akan terus menghidupkan kembali pola yang sama, menarik hasil yang sama, dan mengalami keterbatasan yang sama. Melepaskan diri kita yang lama bukanlah tindakan pengabaian, melainkan tindakan pembebasan. Ini adalah keputusan sadar untuk berhenti mengidentifikasi diri dengan versi diri kita yang dibentuk oleh ketakutan, kegagalan, kelangkaan, penolakan, atau apa pun yang telah membebani kita dan membuat kita kecil. Hukum asumsi menuntut agar kita membuat ruang untuk identitas baru dengan melepaskan keterikatan kita pada yang lama. Melepaskan tidak berarti menghapus sejarah kita atau berpura-pura rasa sakit masa lalu tidak pernah ada. Itu berarti tidak lagi membiarkan sejarah itu mendefinisikan kita. Kebenaran adalah, sebagian besar orang hidup sebagai kumpulan ingatan masa lalu. Hukum asumsi memberi kita wewenang untuk memilih lagi. Asumsikan diri yang baru membutuhkan kesediaan untuk melepaskan kenyamanan dari yang akrab, dan itu seringkali merupakan bagian yang paling sulit.

Bab 13. Mengasumsikan Kekayaan [1:24:52]

Kekayaan bukan hanya tentang angka di rekening bank atau harta benda yang dimiliki seseorang. Intinya, kekayaan adalah keadaan kesadaran, cara berhubungan dengan kehidupan, serangkaian asumsi tentang apa yang tersedia, apa yang mungkin, dan apa yang pantas kita dapatkan. Orang yang hidup dalam kekayaan tidak selalu lebih pintar, lebih beruntung, atau lebih berbakat. Seringkali mereka hanya mengasumsikan kekayaan adalah keadaan alami mereka. Untuk memiliki kekayaan, kita harus terlebih dahulu mengasumsikan identitas seseorang yang sudah memilikinya. Untuk mengasumsikan kekayaan, kita harus terlebih dahulu menyadari asumsi kita yang ada. Untuk hidup dalam kekayaan yang berkelanjutan, kita harus mengasumsikan bahwa memegang dan melipatgandakan uang adalah hal yang wajar bagi kita. Kita tidak harus menunggu keajaiban finansial untuk mulai hidup dari energi kelimpahan. Kita dapat mulai dengan bagaimana kita memperlakukan apa yang sudah kita miliki. Kekayaan bukanlah hadiah untuk kerja keras, melainkan cerminan dari keselarasan.

Bab 14. Mengasumsikan Cinta [1:31:39]

Cinta bukanlah sesuatu yang kita kejar, dapatkan, atau temukan secara kebetulan. Itu adalah sesuatu yang kita asumsikan. Jika kita mengasumsikan bahwa cinta itu langka, bahwa itu tergelincir, bahwa itu selalu menyakitkan, atau bahwa itu bukan untuk orang seperti kita, maka kehidupan akan terus mengonfirmasi keyakinan itu. Jika sebagai gantinya kita mulai mengasumsikan bahwa cinta itu alami, aman, berlimpah, dan tak terhindarkan, maka cara kita muncul di dunia bergeser, dan begitu juga pengalaman kita. Untuk benar-benar mengubah pengalaman kita tentang cinta, kita harus mulai dengan asumsi bahwa kita dicintai apa adanya, bukan seperti yang mungkin kita dapatkan setelah menyembuhkan, mengubah, atau membuktikan sesuatu. Kita harus mulai mengasumsikan bahwa dipilih bukanlah keajaiban, melainkan cerminan dari nilai alami kita. Asumsikan cinta bukan tentang meyakinkan orang lain untuk mencintai kita, tetapi tentang menjadi versi diri kita yang sudah dicintai. Kita tidak membutuhkan pasangan untuk membuktikan bahwa kita dicintai. Hubungan luar akan mencerminkan keadaan batin, bukan sebaliknya.

Bab 15. Mengasumsikan Kesehatan [1:37:51]

Kesehatan lebih dari sekadar tidak adanya penyakit. Ini adalah keadaan keseimbangan, energi, kekuatan, dan kehidupan. Untuk mengasumsikan kesehatan bukanlah mengabaikan rasa sakit atau berpura-pura penyakit tidak ada, melainkan memilih keadaan kesadaran yang menegaskan kesehatan sebagai dasar alami kita dan hidup dalam kesadaran itu secara konsisten sampai tubuh mulai mencerminkannya. Untuk beralih ke asumsi kesehatan, kita harus terlebih dahulu mengidentifikasi keyakinan yang kita pegang tentang tubuh kita. Setiap asumsi menjadi instruksi. Untuk mengasumsikan kesehatan, kita mulai dengan berbicara kepada tubuh kita bukan dengan ketakutan, tetapi dengan rasa hormat. Kita berhenti melatih penyakit dan mulai melatih vitalitas. Kita harus menjadi akrab dengan keadaan emosional kesehatan. Tubuh kita merespons tidak hanya pada makanan, tidur, dan gerakan, tetapi juga pada emosi. Ketika kita mengasumsikan kesehatan, kita tidak hanya menggeser keadaan mental kita, tetapi menciptakan kondisi internal di mana penyembuhan lebih mungkin terjadi.

Bab 16. Disiplin Mental: Tetap Setia pada Visi [1:44:27]

Disiplin mental bukanlah tentang menekan pikiran atau berpura-pura menjadi positif setiap saat sepanjang hari. Ini tentang kesetiaan. Kesetiaan pada versi diri kita yang telah kita pilih untuk menjadi. Kesetiaan pada akhir yang telah kita bayangkan dan asumsikan sebagai kebenaran. Hukum asumsi tidak dipertahankan oleh ledakan keyakinan atau visualisasi sesekali. Itu didukung oleh konsistensi, dan konsistensi membutuhkan disiplin. Tanpa disiplin, kita kembali ke keadaan lama, jatuh ke dalam reaksi kebiasaan, dan membiarkan lingkungan kita mendikte siapa diri kita. Untuk menumbuhkan disiplin mental adalah menciptakan struktur sadar di sekitar pikiran kita. Disiplin bukanlah tentang kekuatan, tetapi tentang arah. Disiplin mental juga tentang lingkungan: apa yang kita baca, apa yang kita dengarkan, dengan siapa kita berbicara, dan bagaimana kita berbicara kepada diri kita sendiri. Disiplin adalah apa yang membuat kita selaras ketika segala sesuatu di luar diri kita menggoda kita untuk jatuh kembali ke dalam keraguan.

Bab 17. Menangani Keraguan dan Penundaan [1:50:59]

Setiap orang yang memilih untuk hidup dengan sengaja dengan hukum asumsi pada akhirnya akan menghadapi dua pengalaman yang tak terhindarkan: keraguan dan penundaan. Mereka tiba bukan karena kita melakukan sesuatu yang salah, tetapi karena mereka adalah bagian dari proses alami pergeseran keadaan. Mereka menguji kekuatan keyakinan kita dan bertanya apakah kita akan terus mengasumsikan realitas yang kita inginkan bahkan ketika yang saat ini tampak tidak berubah. Kunci untuk menangani keraguan bukanlah berdebat dengannya atau menekannya. Sebaliknya, amati itu. Biarkan itu bangkit tanpa bereaksi. Kenali itu apa adanya: sisa-sisa dari diri yang lama, gema dari sistem kepercayaan yang kita tinggalkan. Penundaan seringkali disalahpahami. Orang percaya bahwa jika sesuatu membutuhkan waktu, itu pasti tidak dimaksudkan untuk mereka atau bahwa mereka melakukan sesuatu yang salah. Tetapi penundaan bukanlah penolakan atau hukuman. Ini seringkali merupakan keselarasan dalam gerakan. Memahami keraguan dan penundaan juga berarti menjauhi energi keputusasaan. Keputusasaan berakar pada ketakutan bahwa apa yang kita inginkan tidak akan datang.

Bab 18. Prinsip Cermin [1:57:40]

Dunia luar tidak terpisah dari dunia batin kita. Itu adalah cermin. Itu mencerminkan kembali kepada kita asumsi dominan yang kita pegang tentang diri kita, orang lain, dan kehidupan itu sendiri. Ini adalah prinsip cermin, ide inti dalam hukum asumsi yang mengubah cara kita memahami dan menanggapi realitas kita. Kita tidak mengalami kehidupan sebagaimana adanya, kita mengalami kehidupan sebagaimana adanya diri kita. Apa yang kita yakini benar, apa yang secara konsisten kita harapkan, dan apa yang secara tidak sadar kita terima sebagai normal akan digemakan di lingkungan kita. Memahami prinsip cermin juga berarti menyadari bahwa orang lain merespons identitas yang kita proyeksikan, apakah kita menyadarinya atau tidak. Cermin juga dapat digunakan sebagai umpan balik. Jika sesuatu dalam hidup kita secara konsisten memicu frustrasi, ketakutan, atau kekecewaan, itu adalah undangan untuk memeriksa apa yang kita asumsikan benar di bidang itu. Setelah kita mengenali prinsip cermin, kita berhenti mengambil hal-hal secara pribadi. Kita memahami bahwa orang tidak menolak kita, mereka merespons energi yang kita bawa.

Bab 19. Hidup sebagai Pencipta [2:04:01]

Ada saat ketika mempraktikkan hukum asumsi berhenti menjadi teknik dan menjadi cara hidup. Pergeseran ini menandai transisi kita dari seseorang yang mencoba mengubah hidup mereka menjadi seseorang yang tahu bahwa mereka adalah penciptanya. Hidup sebagai pencipta bukanlah tentang ego atau kontrol, tetapi tentang kepemilikan. Ini adalah pengakuan bahwa realitas kita tidak diberikan kepada kita oleh kesempatan, takdir, atau kekuatan eksternal, tetapi dibentuk oleh kita dari dalam ke luar oleh asumsi kita yang terus-menerus, identitas yang kita pilih, dan keadaan internal kita. Untuk hidup sebagai pencipta adalah berhenti menunggu sesuatu atau seseorang untuk menyelamatkan kita, memperbaiki kita, atau memberi kita izin. Pencipta tidak hidup dengan reaksi, tetapi dengan desain. Sementara sebagian besar orang menunggu untuk melihat apa yang terjadi sehingga mereka dapat memutuskan bagaimana perasaan, pencipta memutuskan bagaimana perasaan terlebih dahulu, mengetahui bahwa dunia akan merespons sesuai dengan itu.

Bab 20. Efek Riak: Bagaimana Asumsi Anda Meningkatkan Orang Lain [2:10:34]

Asumsi bukanlah tindakan soliter. Sementara itu dimulai dalam privasi pikiran kita sendiri, dampaknya menjangkau jauh melampaui dunia internal kita. Asumsi yang kita pegang tentang diri kita pasti memengaruhi bagaimana kita muncul dalam hubungan, bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain, dan bagaimana orang merespons kita. Kesadaran kita tidak ada dalam isolasi, tetapi bergetar ke luar, membentuk tidak hanya realitas pribadi kita, tetapi juga dinamika di sekitar kita. Ketika kita mewujudkan asumsi yang lebih tinggi tentang kepercayaan diri, kelayakan, cinta, kedamaian, atau kekuatan, kita menciptakan efek riak. Orang lain merasakannya, menyerapnya, dan seringkali merespons dengan bangkit untuk memenuhinya. Ketika kita mengasumsikan kehebatan pada seseorang, bahkan ketika mereka sedang berjuang, kita memberi mereka sesuatu untuk bangkit. Asumsikan yang terbaik pada orang lain bukanlah naif, melainkan kepemimpinan dan kedewasaan spiritual. Kita selalu memengaruhi, apakah secara sadar atau tidak sadar, keadaan kita memiliki efek.

Bab 21. Hidup Anda: Dibayangkan Kembali [2:17:26]

Ada saat ketika pergeseran tidak lagi hanya internal, tetapi mulai bergerak ke luar. Bahasa kita berubah, postur kita berubah, cara kita bangun di pagi hari, cara kita berjalan ke sebuah ruangan, cara kita berbicara kepada orang lain dan kepada diri kita sendiri. Semuanya mulai mencerminkan kebenaran yang telah kita asumsikan. Kita tidak lagi meraih versi diri kita yang lebih baik, kita hidup sebagai versi itu. Hidup kita telah dibayangkan kembali bukan karena kebetulan, bukan karena keberuntungan, bukan karena izin dari orang lain, tetapi karena keputusan sadar kita untuk memilih siapa diri kita dan memegang pilihan itu dengan keyakinan. Membayangkan kembali hidup kita berarti merebut kembali kepenulisan. Hukum asumsi telah mengajarkan kita bahwa tidak ada yang ditetapkan dalam batu. Masa depan kita tidak tertulis, tetapi dipilih. Kita tidak harus terus mengulangi bab yang sama, kita dapat membalik halaman dan memilih sesuatu yang baru. Kita mulai mempercayai diri kita dengan cara yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Kita mempercayai keputusan kita, waktu kita, arah kita. Kita telah belajar menjadi sumber.

Watch the Video

Date: 6/8/2025 Source: www.youtube.com
Share

Stay Informed with Quality Articles

Discover curated summaries and insights from across the web. Save time while staying informed.

© 2024 BriefRead